Madyapadma35

Senin, 09 April 2012

Cerpen : Cinta Terlarang

Di tengah hiruk pikuk kota Metropolitan, tinggalah sebuah keluarga kecil yang diselimuti kesederhanaan. Rani remaja yang berprestasi. Tidak terhitung sudah berapa piala dan medali yang menghiasi kamar kecilnya itu. Beasiswa menghantarkan Rani bersekolah di salah satu SMA favorit.
Pagi datang. Sinar mentari yang hangat membangunkan Rani dari tidur. Hari yang sudah dinanti-nati Rani pun tiba. Kegembiraan pun nampak pada wajah Rani yang sudah tak sabar ingin merasakan suasana baru di sekolah yang ia impikan sejak dulu. Dengan angkot yang ia tumpangi, Rani berharap sampai di sekolah tepat waktu.
Rani tertegun saat melihat gedung sekolahnya yang megah itu. Dengan hati-hati Rani berjalan memasuki sekolah. Rasa kagum masih menyelimuti hati Rani yang tak henti-hentinya memandangi sekolah barunya itu. Hingga pada suatu ketika Rani bertabrakan dengan  Rio pria tampan dan tajir. “ Eh, maaf ya aku gak sengaja.” Ujar Rani dengan perasaan bersalah. Sementara Rio hanya mengangguk sembari tersenyum lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. ‘Teng!’ Dentuman bel berbunyi nyaring. Rani bergegas menuju kelasnya.
Proses belajar berlangsung. Suasana hening mengawali saat Rani berdiri di depan kelas untuk menjawab pertanyaan guru. Pandangan Rani menyapu seluruh sudut ruang kelas.Terkejutlah ia saat melihat orang yang ditabraknya tadi sekelas dengannya. Rasa bersalah masih menyelimuti hati  Rani. Rasa itu bercampur ‘grogi’ melihat pandangan Rio yang seakan tidak berkedip melihatnya.
Silvi cewe modis tampak diam-diam memperhatikan gerak-gerik Rio. Cewe ambisius ini tak tulus menyukai Rio. Segala bentuk perhatian ditujukan kepada Rio. Namun perhatian itu tak terbalaskan oleh Rio. Saat istirahat pun tiba. Rani dengan membawa sebuah buku menuju ke taman sekolah. Namun ia tak membaca buku, ia hanya melamun seperti ada yang ia pikirkan. Rio yang melihat Rani sendiri lalu menghampiri Rani.
“Eh, Ran kok melamun sih?” Rani terkejut mendengar suara lelaki itu. “Eh Rio, aku lagi mikirin sesuatu. Masalah keluarga.” Sahut Rani. “Cerita aja sama aku Ran, mungkin ada yang bisa aku bantu.” Rio menatap Rani dengan penuh perhatian. “Kemarin malam aku tak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuaku, mereka mengatakan kalau aku ini memiliki kembaran seorang laki-laki.Namun karena faktor ekonomi, mereka menitipkan saudara kembarku itu di panti asuhan. Tapi kini sudah ada yang mengadopsi. Aku sangat ingin bertemu dengannya.”
Kesedihan tampak pada wajah cantik Rani. Rio berusaha mengiburnya. “Aku akan membantumu mencari saudaramu itu.” Rani berhenti menunduk lalu menatap mata Rio. Mereka pun saling bertatapan. Suasana sejenak hening. Tatapan mereka tidak seperti biasa, tampak mulai timbul benih-benih cinta diantara mereka.
Angin berhembus kencang hingga menjatuhkan papan yang nyaris menimpa Rani. Untunglah dengan sigap Rio menarik Rani. Tak sengaja pelukan itu terjadi. Jarak wajah mereka sangat dekat, bahkan hidung mereka bersentuhan. “Aku sayang kamu Rani.” Ucapan itu terlontar dari mulut Rio. Rani terdiam. Ia juga merasakan hal yang sama seperti Rio. “ Aku juga sayang kamu Rio” ucapnya malu-malu. Kegembiraan nampak pada wajah kedua remaja yang saling mencintai ini. Silvi melihat kejadian itu. Amarahnya pun memuncak. Kali ini ia nekat. Ia merencanakan sesuatu untuk bisa mencelakakan Rina.
Lapar pun mendera pasangan baru itu. Sembari menunggu makanan, Silvi diam-diam membubuhi cairan pada makanan yang di pesan Rani. Namun tiba-tiba saja Rio ingin dan mencicipi makanan Rani. “Aduuh..” Jerit Rio. “Kamu kenapa Rio?” Rani panik melihat Rio merintih kesakitan. Bergegas ia mengantar ke UKS.
Rio tertidur. Tak henti-hentinya Rani memperhatikan Rio. Terkejut ia melihat tanda lahir yang sama dengan dirinya yaitu persis berada di belakang telinga. Tetesan air mata Rani jatuh di tangan Rio. Rio terbangun. Rani langsung bertanya untuk memperjelas fakta yang ia temukan. Ternyata Rio sudah mengetahui bahwa Rani adalah saudara kembarnya.
 “Kenapa kau tak memberitahuku dari awal?” Tanya Rani yang masih dibebani banyak pertanyaan di otaknya. “Panjang ceritanya Rani. Biarkan cinta kita bersemi. Cinta tidak harus memiliki bukan?” Rio mencoba menenangkan Rani. “Tapi..” Rio menempelkan jari telunjuknya pada bibir Rani. “Sudah, mungkin ini memang takdir kita. Jalani saja seiring berjalannya waktu.” Tangisan Rani pun berubah menjadi senyuman hangat di pelukan Rio.

Oleh : Ari Saptarini

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar