Madyapadma35

XXXV Family

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Behind The Scene Kording P3RIODISTA

Proses pembuatan kording oleh kelompok P3RIODISTA .

Behind The Scene Kording 3LANG

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Behind The Scene Kording SEARCH3R

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Behind The Scene Kording TRI FIV3R

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Behind The Scene Kording CR35TAL

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 09 April 2012

Curhatan Di MP

Waktu pertama kali milih ekstra di Trisma, saya niat banget milih ekstra Madyapadma. Terus, pas tau kalo ada seleksi, saya takut banget kalo gak lolos. Ternyata eh ternyata, saya lolos jugak. Wkwkwkwk. *ketawa devil*
Oke lanjut. Sebagian besar temen-temen di MP udah saya kenal. Ada yang temen –kelamaan sekelas, ada yang temen SMP, terus ada yang temen kelompok MOS.  Mmm.. sisa nya yang gak saya kenal, ya ajak kenalan. Wahahaha .
Ternyata jadi jurnalis itu bener-bener gak gampang. Semua rasanya berat. Tapi lama-kelamaan mulai terbiasa sih. Disini dituntut kerjasama, kerja keras, dan kekompakan. Tapi tetep aja masih ada sifat PI di masing-masing diri kita. Untuk itu, kita semua masih harus belajar 

Oleh : GungMas

Cerpen : Sahabat Sejati

“Haiiii...“Sebuah sapaan akrab yang selalu kedengar, sepintas sapaan tersebut terlintas dalam pikiranku saat mengenang masa – masa kelas sepuluh bersama teman – teman saat bertemu setiap harinya.Kini semua telah berubah. Entah karena diriku yang memang berubah atau mereka yang berubah. “Hai, Ani. Wah anak IPA sombong nih sekarang,“ sapa temanku Andri.Sedih hatiku mendengar ucapan tersebut dan memikirkan apa keselahanku sehingga dia berkata seperti itu kepadaku.“Hai juga. Sombong? Sombong gimana? Kamu kali yang sombong,” jawabku.Setiap hari kudengar ucapan tersebut keluar dari mulut teman – teman terdekatku bahkan teman yang lainnya yang menganggap bawa anak IPA selalu sombong. “Apa sih bagusnya IPA? Apa yang bisa di sombongin sama anak IPA?,” pikirku setiap hari saat melihat dan mendengar temanku menjauh dan mengucapkan kata – kata “SOMBONG”. Lama kelamaan aku pun merasa tidak tahan dengan ucapan tersebut, ucapan yang terdengar memojokkan diriku.
Akhirnya tidak lama kemudian aku SMS dua orang di antara mereka yang ku pikir mereka pasti tahu penyebabnya.“Hai. Apa kabar nih? Oh ya, aku mau tanya sesuatu. Apa aku punya salah sama kamu?,” SMSku kepada keduanya.“Ga kok,” jawab Dita.“Yakin?,” tanyaku kembali.“Yakin,” jawab Dita.Jawaban Dita yang begitu singkat menambah pikiranku yang sedang kacau. Namun jika aku tidak bersalah mengapa aku dijauhi?.Beberapa saat kemudian Vino membalas SMSku, “Ga kok, Ni. Memang kenapa?”.“Ga kenapa – kenapa. Aku hanya merasa ada yang aneh aja sama sikap kamu dan teman – teman ke aku.  Kenapa kalian menjauhi aku?,” jawabku. “Ah masa sih? Kata siapa? Biasa aja kok,” jawab Vino.Aneh, sungguh jawaban mereka semua tak masuk akal. Jawaban mereka membuatku semakin bingung. Setelah beberapa lama SMSan dengan Vino, akhirnya dia mengungkapkan alasan mengapa dia dan teman – teman menjauhiku.“Sebelumnya aku minta maaf ya, Ni. Kita ngerasa sekarang kamu berbeda dengan yang dulu. Sejak kamu masuk IPA, kamu ga pernah turun ke kelas kita untuk menemui kita, ngumpul sama kita, juga makan dengan sama kita. Aku jujur aja ya sama kamu. Maaf kalau kata – kata aku udah buat kamu sakit hati,” kata Vino saat SMS.Oh, ternyata aku yang salah? Tapi apa karena aku jarang menemui mereka, ngumpul sama mereka aku harus di jauhi? Apakah itu yang dinamakan sahabat?.Sungguh hatiku perih mendengar pernyataan tersebut. Tetapi di lain hal, pernyataan tersebut membuat aku merasa tenang.Lalu aku membalas SMS tersebut, “Oh begitu. Maaf ya. Bukan aku tidak mau  berkumpul lagi sama kalian, tapi sekarang sama dulu itu beda. Apalagi sekarang aku IPA. Ya aku hanya bisa berharap kamu bisa mengerti keadaan ini.Aku juga harus adaptasi dengan kelas yang baru.”“Iya, aku ngerti kok. Tapi tolong kamu luangkan waktu saat istirahat untuk menemui kita. Kita ngumpul lagi seperti dulu,” kata Vino.“Aku juga tidak mau seperti itu. Tapi apa daya aku . Kadang kelas aku tidak istirahat. Gimana mau ketemu sama kalian?,” jawabku.Meskipun sedikit lebih tenang dari sebelumnya, tetap saja aku masih bingung. Apa harus aku yang selalu menemui dia? Kenapa tidak dia yang menemuiki sekali – kali di kelas?Sempat ku berpikir mereka semua egois. Mereka hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri, mereka tidak memikirkan apa yang kurasakan saat ini.“Anak IPA sombong. Gengsi anak IPA tinggi. Anak IPA malu bermain dengan anak IPS”. Apa ungkapan itu betul?. Seandainya aku malu bermain dengan anak IPS, pasti aku pun akan menjauhi saudaraku

Oleh : Dinary

Cerpen : Sahabat Kecilku

Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Gilang. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Gilang tidak main ke rumah Iwan.
“Ke mana, ya,Ma, Gilang. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma?
Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Gilang diketuk Iwan. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Gilang. Ia mendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Gilang di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Gilang. Terpaksa Gilang tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.
“Oh, kasihan Gilang,” ucapnya dalam hati,
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur
“Gilang, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?”
Iwan menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Gilang sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.
“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Momon!”
“Maksudmu?”
“Saya ingin Gilang bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.
“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Gilang di desa itu!” kata Papa.
Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Gilang di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Gilang.
Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Gilang di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Gilang dan Gilang sendiri. Betapa gembira hati Gilang ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Gilang agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan ingin berkunjung ke rumah Gilang di desa.
“Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”
Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Gilang. Ternyata orang tua Gilang tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Gilang sendiri.
“Begini, Lang, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Lang, apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Gilang. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia. Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan.
Kini Gilang tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Gilang yang sudah tua.

Oleh : Dinary

Puisi : Saudara

Jalan terjal yang terbentang panjang
Menghadang asa yang berkembang
Menyiapkan jebakan-jebakan terhampar
Segera menyergap dan menyambar

Gundukan luka di hati
Yang tergores setiap hari
Mengiris nurani
Perih tak terperi

Gumpalan-gumpalan asa
Terterpa hembusan duka
Rasa jiwa raga tak kuasa
Menahan gejolak yang membara

Jeritan dan rintihan pilu
Bagaikan angin lalu
Tak terdengar…
Dan layu…

Tak henti bibir qolbuku
Menyebut dan menyebut namamu
Tapi mengapa….
Perih dan pedih tiada surut…

Bisikan lirih…
Mengalir beriringan
Berjalan dan berlari
Berebut mendapat posisi

Oleh : Dinary

Puisi : Rindu

aku merindukanmu
ketika aku tahu kau tlah jauh berlalu
aku mencari bayanganmu
ketika malam tak lagi menampakkan wajahmu
aku memanggil namamu
diantara gelapnya hutan tak berlampu
kasih,
dimanakah dirimu?
dimana kau sembunyikan wajahmu?
aku rindu…

Oleh : Dinary

Puisi : Pergilah Dengan Cintaku

Aku berusaha untuk mampu berdiri disini
Menatap lurus kea rah tubuhmu yang mulai membeku
Membekukan hati yang kini terasa hampa
Bahkan air mata pun tak sanggup menemani

Entah waktu yang berlalu begitu cepat
Atau aku yang terlalu lambat menyadari
Entah apa yang harus ku lakukan
Hanya mampu memeluk tubuhmu yang tak lagi sehangat dulu

Setelah ini masih mampukah aku bertahan?
Ketika tak ada lagi senyummu
Ketika tak ada lagi candamu
Masih sanggupkah aku mencari penggantimu?
Atau haruskah aku berlari menyusulmu?

Terlalu banyak cerita yang harus ku lupakan
Terlalu banyak asa yang kau bawa pergi
Pergilah dengan cintaku…
Bawalah dongeng masa lalu yang pernah tercipta
Dan tetaplah tersenyum hingga nanti aku menyusulmu

Oleh : Ari Saptarini

Puisi : Saat Aku Beranjak Dewasa

Ketika aku beranjak dewasa
Ku lihat sosokmu tersenyum di ujung jalan itu
Semakin ku mendekat, semakin terlihat jelas senyum kasihmu
Perlahan aku melangkah
Membiarkan rasa itu perlahan menyusup di sela-sela jiwa

Ketika aku beranjak dewasa
Ku dapati diri tengah terhenyuk dengan peluk kasihmu
Yang menenangkanku saat langit pun sedang gelisah

Ku berjanji kelak akan ku bawa kau bersamaku
Menapaki kisah kasih kita berdua
Akan ku bawa kau dalam bahagiaku
Melangkah bersama
Menantang hidup
Mengejar mimpi
Dan menerjang deru ombak yang berani mengganggu

Ketika aku beranjak dewasa
Aku rasakan semua itu
Aku rasakan bagaimana aku mencintaimu
Namun yang terindah adalah merasakan caramu mencintaiku

Oleh : Ari Saptarini

Curhatan Di MP

Saya memilih ekstra MP karena saya ingin bisa menulis dengan baik dan fasih, tidak hanya itu adanya berbagai bidang di ekstra ini membuat saya ingin mengenal sekaligus mengetahui bagaimana cara kerja dari bidang tersebut, seperti halnya radio, foto, maupun mptv. 
Banyaknya prestasi yang diraih MP dari tahun ke tahun membuat saya ingin menyumbang prestasi pada ekstra ini. Jujur saya belum pernah mengikuti perlombaan sebelumnya, di ekstra inilah saya ingin mengikuti lomba-lomba yang saya mampu untuk menjalaninya dan   ingin sekali rasanya memenangkan perlombaan sehingga bisa membuat saya bangga akan diri saya sendiri.
Awal saya masuk menjadi keluarga besar MP saya merasa kurang nyaman, mungkin karena belum beradaptasi serta belum mengenal pengurus. Beda halnya setelah itu saya mulai merasakan kekeluargaan dalam ekstra ini. Kakak pengurus juga termasuk baik dalam membimbing kami angkatan 35, dimana jika dibedakan dengan ekstra lain , pengurusnya seakan tidak ada solidaritas dan bahkan membuat anggotanya takut sehingga menjadi malas untuk ekstra, yang menurut beberapa teman saya tidak jelas karena dibentak serta disuruh menutup mata selama beberapa menit bahkan jam. Jelas itu sama sekali tidak bermanfaat. Beda halnya di ekstra MP diberikan materi yang dapat menambah wawasan. Apalagi dengan Pembina seperti kak Ananta yang sangat baik mengajar kami sehingga membuat kami pun mudah mengerti.
Saya terkadang merasa beban terhadap tugas tugas yang diberikan, seperti membuat kording.  Dimana disamping itu harus mengerjakan tugas sekolah yang harus segera dikumpulkan, terkadang saya susah dalam membagi waktu. Namun setelah sudah beberapa kali membuat kording saya sudah lebih bisa mengatur waktu. Selain itu pula, saya merasakan semakin cepat waktu kelompok saya dalam pembuatan sebuah kording.

Oleh : Ari saptarini

Cerpen : Kenangan Berharga

Perlahan-lahan mentari berjalan menuju peraduannya. Angin berhembus lembut dengan sejuknya. Burung-burung ikut berlari seakan diterbangkan oleh angin. Pohon kelapa melambaikan daunnya seolah menutup hari yang lelah. Namun, di tengah suasana jingga tersebut, di atas batu karang yang teronggok di tepi pantai, seorang anak perempuan duduk dengan wajah sedih sambil melemparkan batu ke pantai. Entah berapa lama ia sudah berada di sana dan melakukan hal yang sama. Rani, gadis periang yang kini berubah begitu saja. Tidak ada sebersit senyum dari wajah manisnya. Yang ada hanya tetesan air mata yang membasahi pipinya. Ia ingat betul apa yang dikatakan dokter siang tadi. Di pikirannya hanyalah beratnya pengobatan yang harus ia jalani.
    Setelah sekian lama berada di sini, tidak ada sedikit pun kemauan Rani untuk beranjak pulang. Tiba-tiba seseorang merangkulnya dari belakang. Rani pun terkejut lalu dengan cepat ia menoleh ke belakang.
    “Eh lo, Mil. Gue kira siapa.” sahut Rani sambil mengusap air matanya.
    Mila terkejut melihat mata Rani yang sembab.
    “Kok lo nangis? Cerita sama gue!” Mila menarik-narik baju Rani dengan wajah memelas agar Rani mau menceritakan masalahnya.
    “Mil, gue divonis kena penyakit kanker otak. Gue gak terima. Tuhan gak adil banget sama gue. Gue pingin sehat, gue gak pingin ngejalanin pengobatan yang ribet gitu.” Raut wajah Rani terlihat kesal.
    “Ran, lo yang sabar ya. Bisa jadi vonis dokter tadi salah. Lo jangan bilang Tuhan gak adil. Tuhan adil sama kita, tapi dengan cara yang berbeda. Lo jangan nangis terus.”
Tetapi Rani semakin menangis sejadi-jadinya.
    “Mil, gue pingin sehat. Gue pingin sama kayak lo dan temen-temen yang lain. Kalo Tuhan adil, lo seharusnya kena penyakit kayak gue dong!”
    Hati Mila seperti tertusuk pisau yang menghunus mendengar pernyataan tersebut. Begitulah sifat Rani yang selalu egois, hingga tak tahu apa yang dialami sahabatnya selama ini. Namun, Mila tetap sabar menghadapi Rani. Ia bertekad menyadarkan Rani, agar Rani sadar bahwa dirinya lebih beruntung dan Tuhan adil padanya.
    “Ran, ikut sama gue. Gue pingin nunjukin lo sesuatu.” Mila menarik lengan Rani agar ia tidak menolak ajakannya.
    “Kita mau kemana? Gue lagi gak mood nih!” bentak Rani.
    Pokoknya lo ikut aja. Lo pasti nyadar nanti.
    Ternyata Mila mengajak Rani ke panti asuhan. Dalam benaknya, Rani sedikit bertanya-tanya mengapa ia dibawa ke tempat ini.
    “Ran, gue pingin lo tau, lo masih lebih beruntung daripada mereka yang di sini. Lo masih punya orang tua, sedangkan  mereka gak punya siapa-siapa, Ran.”
    Rani merasa iba melihat anak-anak di panti asuhan tersebut. Jiwa keegoisannya semakin pudar.  Cukup lama mereka berada di sana, berbincang-bincang dengan penghuni panti tersebut.
    “Yuk kita balik. Masih banyak tempat yang gue pingin tunjukin ke lo.” Sahut Mila dengan senyum manisnya.
    Tempat kedua yang Mila tunjukkan adalah pemukiman penduduk yang berada di bawah kolong jembatan.  Mila menyadarkan Rani bahwa ia lebih beruntung, masih mempunyai tempat tinggal yang layak pakai daripada penduduk disana yang tinggal dengan rumah kardus. Saat melihat-lihat pemukiman penduduk, seseorang mencolek pundak Mila. Tampak olehnya seorang anak kecil dengan pakaian compang-camping menengadahkan tangannya. Segera Mila merogoh sakunya dan memberikan uang pada anak kecil tersebut. Anak itu tersenyum dan segera meninggalkan Mila.
    “Ran, lo bisa bayangin kan gimana susahnya nyari uang seusia anak itu?”
    Rani hanya terdiam. Kemudian, Mila mengajak Rani ke tempat selanjutnya, yaitu tempat kursus huruf Braille. Tampak oleh mereka bagaimana susahnya membaca huruf yang hanya  bermuka titik-titik. Dan yang lebih memprihatinkan, mereka tidak bisa melihat indahnya dunia dengan sepasang bola mata mereka.
    “Ran, Tuhan bukan gak adil sama lo aja. Kalo Tuhan adil, mereka gak akan susah gitu baca huruf. Lo ngerti kan sekarang? Lo gak usah ngeluh lagi. Lo itu masih beruntung dari mereka. Lo harusnya bersyukur.”
    Air mata Rani berlinang lagi di pipinya, teringat akan keegoisannya. Tidak ingin melihat Rani menangis lebih lama, Mila mengantarnya pulang.
    1 minggu kemudian, Mila berbaring di rumah sakit. Kondisinya memburuk, sudah lama ia tidak menjalani pengobatan, karena himpitan biaya. Ia hanya bisa pasrah. Ia tidak mau memberi tahu kondisinya kepada Rani. 
    Semakin hari kondisi Mila semakin memburuk, dokter sudah tidak bisa menangani penyakitnya, karena kecil kemungkinan untuk bertahan hidup. Rani mengetahui sahabatnya sedang dirawat dirumah sakit dari guru di sekolah Mila, karena kebetulan pada saat itu Rani mengunjungi sekolah Mila. Bergegas ia ke rumah sakit untuk melihat keadaan sahabatnya. Sampai di depan kamar rawat Mila, Rani melihat  seorang suster mendorong troli yang berbalut kain putih. Melihat ada seseorang yang berbaring di bawah kain tersebut, Rani tidak percaya bahwa itu adalah Mila, sehingga ia memberanikan diri untuk membuka kain tersebut. Rani terkejut seakan tak percaya, sahabatnya telah terbujur kaku.  Rani terduduk lemas dengan air mata berlinang. Terdengar olehnya isak tangis dari dalam kamar rawat Mila. Rani segera masuk ke kamar rawat Mila. Di atas meja terdapat sepucuk surat. Karena penasaran, Rani membukanya.
Untuk Rani sahabatku…
Maafin gue gak cerita sama lo tentang penyakit gue. Maafin gue kalo gue ninggalin lo selamanya. Jangan lo lupain kenangan berharga yang gue kasi waktu itu.  Jaga diri lo baik-baik. Rajin-rajin ngejalanin pengobatan ya. Manfaatin baik-baik waktu yang dikasi Tuhan ke lo.
            Salam manis
                  Mila
    “Lo emang sahabat gue paling baik, Mil. Tuhan adil banget sama gue, karena Tuhan ngirimin gue sahabat sebaik lo.Makasi udah nyadarin gue dari keegoisan gue. Gue bakal selalu inget kenangan berharga yang lo kasi. Semoga lo tenang di sana ya Mil.” Gumam Rani dengan linangan air matanya.

Oleh : Ari Saptarini

Cerpen : Cinta Terlarang

Di tengah hiruk pikuk kota Metropolitan, tinggalah sebuah keluarga kecil yang diselimuti kesederhanaan. Rani remaja yang berprestasi. Tidak terhitung sudah berapa piala dan medali yang menghiasi kamar kecilnya itu. Beasiswa menghantarkan Rani bersekolah di salah satu SMA favorit.
Pagi datang. Sinar mentari yang hangat membangunkan Rani dari tidur. Hari yang sudah dinanti-nati Rani pun tiba. Kegembiraan pun nampak pada wajah Rani yang sudah tak sabar ingin merasakan suasana baru di sekolah yang ia impikan sejak dulu. Dengan angkot yang ia tumpangi, Rani berharap sampai di sekolah tepat waktu.
Rani tertegun saat melihat gedung sekolahnya yang megah itu. Dengan hati-hati Rani berjalan memasuki sekolah. Rasa kagum masih menyelimuti hati Rani yang tak henti-hentinya memandangi sekolah barunya itu. Hingga pada suatu ketika Rani bertabrakan dengan  Rio pria tampan dan tajir. “ Eh, maaf ya aku gak sengaja.” Ujar Rani dengan perasaan bersalah. Sementara Rio hanya mengangguk sembari tersenyum lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. ‘Teng!’ Dentuman bel berbunyi nyaring. Rani bergegas menuju kelasnya.
Proses belajar berlangsung. Suasana hening mengawali saat Rani berdiri di depan kelas untuk menjawab pertanyaan guru. Pandangan Rani menyapu seluruh sudut ruang kelas.Terkejutlah ia saat melihat orang yang ditabraknya tadi sekelas dengannya. Rasa bersalah masih menyelimuti hati  Rani. Rasa itu bercampur ‘grogi’ melihat pandangan Rio yang seakan tidak berkedip melihatnya.
Silvi cewe modis tampak diam-diam memperhatikan gerak-gerik Rio. Cewe ambisius ini tak tulus menyukai Rio. Segala bentuk perhatian ditujukan kepada Rio. Namun perhatian itu tak terbalaskan oleh Rio. Saat istirahat pun tiba. Rani dengan membawa sebuah buku menuju ke taman sekolah. Namun ia tak membaca buku, ia hanya melamun seperti ada yang ia pikirkan. Rio yang melihat Rani sendiri lalu menghampiri Rani.
“Eh, Ran kok melamun sih?” Rani terkejut mendengar suara lelaki itu. “Eh Rio, aku lagi mikirin sesuatu. Masalah keluarga.” Sahut Rani. “Cerita aja sama aku Ran, mungkin ada yang bisa aku bantu.” Rio menatap Rani dengan penuh perhatian. “Kemarin malam aku tak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuaku, mereka mengatakan kalau aku ini memiliki kembaran seorang laki-laki.Namun karena faktor ekonomi, mereka menitipkan saudara kembarku itu di panti asuhan. Tapi kini sudah ada yang mengadopsi. Aku sangat ingin bertemu dengannya.”
Kesedihan tampak pada wajah cantik Rani. Rio berusaha mengiburnya. “Aku akan membantumu mencari saudaramu itu.” Rani berhenti menunduk lalu menatap mata Rio. Mereka pun saling bertatapan. Suasana sejenak hening. Tatapan mereka tidak seperti biasa, tampak mulai timbul benih-benih cinta diantara mereka.
Angin berhembus kencang hingga menjatuhkan papan yang nyaris menimpa Rani. Untunglah dengan sigap Rio menarik Rani. Tak sengaja pelukan itu terjadi. Jarak wajah mereka sangat dekat, bahkan hidung mereka bersentuhan. “Aku sayang kamu Rani.” Ucapan itu terlontar dari mulut Rio. Rani terdiam. Ia juga merasakan hal yang sama seperti Rio. “ Aku juga sayang kamu Rio” ucapnya malu-malu. Kegembiraan nampak pada wajah kedua remaja yang saling mencintai ini. Silvi melihat kejadian itu. Amarahnya pun memuncak. Kali ini ia nekat. Ia merencanakan sesuatu untuk bisa mencelakakan Rina.
Lapar pun mendera pasangan baru itu. Sembari menunggu makanan, Silvi diam-diam membubuhi cairan pada makanan yang di pesan Rani. Namun tiba-tiba saja Rio ingin dan mencicipi makanan Rani. “Aduuh..” Jerit Rio. “Kamu kenapa Rio?” Rani panik melihat Rio merintih kesakitan. Bergegas ia mengantar ke UKS.
Rio tertidur. Tak henti-hentinya Rani memperhatikan Rio. Terkejut ia melihat tanda lahir yang sama dengan dirinya yaitu persis berada di belakang telinga. Tetesan air mata Rani jatuh di tangan Rio. Rio terbangun. Rani langsung bertanya untuk memperjelas fakta yang ia temukan. Ternyata Rio sudah mengetahui bahwa Rani adalah saudara kembarnya.
 “Kenapa kau tak memberitahuku dari awal?” Tanya Rani yang masih dibebani banyak pertanyaan di otaknya. “Panjang ceritanya Rani. Biarkan cinta kita bersemi. Cinta tidak harus memiliki bukan?” Rio mencoba menenangkan Rani. “Tapi..” Rio menempelkan jari telunjuknya pada bibir Rani. “Sudah, mungkin ini memang takdir kita. Jalani saja seiring berjalannya waktu.” Tangisan Rani pun berubah menjadi senyuman hangat di pelukan Rio.

Oleh : Ari Saptarini

Puisi : Penderitaan Bumi Kita

Bumi kita menjerit
Bumi kita tersiksa
Tersiksa karena kita
Tersiksa karena ulah manusia
    Tanah longsor dimana-mana
    Banjir melanda daerah-daerah
    Global warming melanda bumi
    Hutan-hutan semakin langka
     Pepohonan rindangku telah tiada
Kita seharusnya mengetahui akibatnya
Tidakkah manusia mengerti
Arti kata akibat
Arti kata kehancuran
    Kita sebagai penerus bangsa
    Hendaknya memelihara bumi ini
    Agar suatu saat nanti
    Terciptanya dunia yang berseri

Oleh : Yana
   

Puisi : Kembalikan Bumiku !

Dari sudut jendela,
Kulihat semuanya gersang
Kicauan burung berucap keras
Seolah tak tahan
Teriknya matahari yang menyiksa
    Hati ini merintih,
    Rintihan yang menyengat
    Bumiku yang dulu telah berubah
Bumiku semakin panas, panas dan panas
Entah kenapa, ulah siapa …
    Semua diam tanpa kata
    Membisu tak berucap
    Siapa yang salah ?
Pepohonan rindangku telah tiada,
Air jernihku telah berubah
Menjadi lumpur yang keruh
Kuingin semua seperti dahulu
Kembalikan bumiku …


Oleh : Yana

Curhatan Di MP

Sebelumnya saya menilai MP sebagai ekstra kulikuler yang banyak memiliki bidang diantara nya redaksi,foto,film dan radio. Selama di MP saya merasa banyak pengalaman yang saya dapatkan disegala bidang yang ada di MP. Yang dulunya saya buta akan dunia jurnalistik setelah mengikuti ekstra jurnalistik, sama sedikit-demi sedikit mengetahui tentang dunia jurnalistik. Aku sangat senang bisa masuk ke Mp karena Mp tuh xtra yang besar di TRISMA. Tidak sembarang orang bisa menjadi keluarga besar MP. Saya selama ini saya merasakan kekeluargaan diantara kakak MP dan anggota MP. Tapi saya juga merasakan ketidakmengenakan selama di MP. Memang karena kita melakukan kesalahan yang besar. Saya ingin kakak kelas memberitahu kita apa kesalahan yang kita perbuat. Agar kita tidak merasa terlalu merasa bersalah sehingga kami merasa tidak enak berada di ekstra MP.

Yana

Cerpen : Cinta Yang Terhalang Dimensi Waktu

     Namaku Rony , aku seorang anak pengusaha terkenal no 1di Jakarta . Banyak yang bilang kalau aku itu ganteng dan juga pintar. Semua cewek pun bisa ku taklukan hanya dalam sekejap mata. Pagi itu ,aku beranjak dari tempat tidur ku untuk memulai kegiatan ku di hari pertamaku belajar di SMA ter- elite di Jakarta .“Den Rony, bangun , sudah siang. Nanti terlambat berangkat sekolah .” kata bibi iyem seorang pembantu yang sudah bekerja selama 10  tahun di rumahku . “Iya bi, aku sudah bangun kok“ jawabku . Aku pun selesai mandi dan langsung bergegas berangkat mobil yang baru diberikan oleh ayahku. Aku pun sampai di sekolah termahal itu yang sering di banggakan oleh orang orang di sekitar rumah ku . Aku pun mulai menjalani kegiatan ku di sekolah itu. Tidak sengaja , aku menabrak dengan seorang gadis cantik dengan paras nya yang seperti putri dari istana megah . “Maaf, ak tidak sengaja“ ujarku .“Iya, ku juga maw minta maaf udah menabrakmu“ balasnya. Hati ku berdegup bagaikan gempa bumi yang sangat dahsyat. Apakah ini yang dinamakan cinta ??? “Rasa nya baru kali ini aku merasakan hal aneh seperti ini“ ungkap dalam hati. Jam pun sudah menunjukkan pukul 07.30, aku pun beranjak menuju kelas . Tidak ku sangka , ternyata cewek yang tadi aku tabrak itu sekelas dengan ku . Perasaan aneh yang dulu sudah hilang pun muncul kembali dalam hati ku. Dia pun duduk bersebelahan dengan ku , dan aku pun berkenalan dengan nya. Ternyata gadis yang telah berhasil membuat hatiku bagai gempai bumi adalah Vina, seorang gadis miskin yang mendapatkan beasiswa untuk bersekolah disini. Aku pun mulai berbasa basi dengan nya. Begitu senangnya aku bisa berbicara dengannya. Teeeet.....teeet waktu istirahat pun terlentingkan , Vina pun bergegas pergi menuju kantin. “Sialan, kok pake bunyi segala itu bel, kan aku jadin gak dapet ngobrol panjang lebar sama Vina“ ungkapku dalam hati. Saat dikantin, aku pun kaget dengan apa yang aku lihat. Ternyata, Vina itu membantu seorang ibu penjual yang sedang berjualan di kantin, dan ternyata ibu yang berjualan di kantin itu adalah ibu nya Vina. Jam sekolah pun telah usai , aku pun  mengambil mobil di parkiran . Aku pun melihat Vina sedang kesusahan membawa barang dagangan ibu nya tadi . Tidak memikir lama, aku pun mendatangi dia untuk memberikan bantuan.”Vin, mari aku bantu! Taruh saja barang jualan mu di mobil ku, biarku antar kamu sampai rumahmu“ kata ku. “Tidak Ron, makasi. Aku tidak ingin merepotkan mu dan aku juga tidak pantas naik mobil semewah ini” balasnya dengan muka murung. “Tidak papa, mari masuk “ kata ku. “Hmmm….Baiklah” balasnya dengan muka trsenyum. Aku begitu senang bisa mengantar cewek yang telah membuatku jatuh cinta kepadanya. 5 bulan aku PDKT dengan nya, sampai suatu saat, aku pun mengatakan yang aku rasakan. Dan akhirnya setelah aku memberika penjelasan tentang perasaanku, dia pun menerima ku. Selama 3 tahun, aku menjalani hubungan bersama Vina. Disuatu saat, selama 1 bulan dia tidak pernah memberikan kabar kepadaku. Aku bingung harus bagaimana. Aku pun berinisiatif pergi kerumahnya di kampung. Saat dijalan, aku melihat ibu Vina sedang memanen pagi di ladang. Aku pun pergi  menemui Ibu Vina, “ Bu, bagaimana kabar ibu ? kalau boleh tahu, apakah Vina berada disini?”, ujarku. “Oh .. Rony. Ibu baik aja nak, Vina …?”balasnya. “Vina…vina kenapa bu?”balasku bingung. Ibu Vina pun langsung melepas capingnya, “Sini ikut Ibu”, ujarnya yang begitu misterius. Aku pun mengikuti Ibu itu dengan perasaan yang cemas. Tiba-tiba terlihat gubuk kecil yang terletak di bawah kolong di sebuah desa. “Silahkan duduk nak, maaf kalau rumahnya kotor.” Ujar ibu itu . “Iya bu, tidak apa-apa.” Jawabku tersenyum. “Tunggu ya, ibu ambilkan minum”, masuk kedalam dapur. Tiba-tiba ibu Vina datang dengan membawa the dan sebuah kotak yang dulu pernah aku berikan kepada Vina. “Ini nak minumnya, oya ini ada titipan dari Vina. Dia mengatakan terima kasih atas barang-barang yang pernah nak Rony berikan kepada dia”, ujar beliau semabri menangis. “Maksud Ibu? Apa arti dari semua ini Bu? Dimana Vina ?”, ujarku gelisah melihat semua yang terjadi. “Sepertinya Ibu harus menunjukkan sesuatu kepadamu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sini ikuti Ibu..”ujar Ibu Vina. Aku pun mengikuti kemana ibu Vina pergi. Kita pun masuk kepelosok hutan yang ada di Desa tempat tinggal Vina. setengah jam berjalan, tiba-tiba Ibu Vina berhenti di suatu tempat yang penuh dengan batu nisan. “Bu.. apa maksud Ibu mengantarku kesini ? Dimana vina ?”, ujarku sedih. “Hiks..hiks… itu nak, Vina sedang duduk disana”, sambil menunjuk suatu pohon besar. Aku pun berlari menuju pohon besar itu, tiba-tiba dibelakang pohon itu, aku melihat suatu nisan. Aku pun perlahan mendekati nisan itu. Sesaat aku tersetak kaget setelah membaca nama jenazah yang tertulis di batu nisan tersebut. “Tidak…tidak mungkin. Vina kenapa ?”, ujarku sambil meneteskan air mata. Ibu Vina pun mulai mendekatiku, “Yang sabar ya nak, ibu juga sedih melihat keadaan ini”. Ujar Beliau sambil menenangkanku. “Tapi.. kenapa ibu tidak pernah memberitahuku tentang ini?” ujarku kesal. Beliau pun mengeluarkan sebuah surat yang dibuat Vina di detik-detik terakhir menghembuskan nafas, “Ini nak surat dari vina.” ujarnya. Aku pun langsung membaca surat itu. Air mataku tak tertahan setelah membaca surat itu. Ternyata Vina mengidap penyakit tumor otak stadium 4. “Kenapa dia tidak pernah memberitahu ku tentang prnyakitnya ini?”, ujarnya. “Vina melarang ibu untuk memberitahumu nak, dia tidak ingin membuatmu sedih. Biarkan saja Nak Rony yang mengetahuinya sendiri”, ungkap beliau. Aku pun begitu sedih, tidak kusangka wanita yang selama ini aku cintai telah meninggalku sendiri. Ibu Vina pun mengajakku kembali kerumah. Sesampainya dirumah , aku meminta izin pulang. Di Kota aku pun melanjutkan kesekolah Dokter. 6 tahun menimba ilmu, aku pun lulus menjadi seorang dokter. Aku pun pergi ke Desa tempat tinggal Vina dulu. Aku pun membangun sebuah puskesmas yang berada tepat di sebelah rumah vina. Karena Vina pernah bercerita kepadaku kalau dia ingin menjadi seorang dokter. Disana aku merasakan aura Vina yang masih hidup dan bersemaya dipuskesmas itu. Biarpun aku tidak bisa melihat wajah Vina, tapi aku bisa merasakan aura Vina walaupun terhalang dimensi waktu yang berbeda.

Oleh : Yana

Cerpen : Kerinduan Akan Hangatnya Keluarga

Dihari itu, aku terbangun dari tidur lelapku. Dari sudut jendela,mentari pagi telah menyinari seisi dunia dengan diiringi kicauan burung yang merdu sehingga membuat suasana disekitarku hening. Tapi beberapa saat kemudian , tiba-tiba suara piring jatuh dan tamparan Papa ke Mama menggantikan keheningan yang kurasakan.
    Hari itu, yang menemaniku hanyalah si Bibi. Si bibi sudah seperti mama kandungku, karena ialah yang merawatku dari bayi sampai sekarang. “Non , Non gak sarapan dulu?” , ujar bibi. “Gak Bi, Cinta udah kesiangan nih” ujarku. “Iya, non hati-hati ya! Kalau ada apa-apa telpon bibi” , ujarnya.“Iya Bi, nggak usak khawatir”, jawabku.
     Sepulang sekolah , aku telah ditunggu oleh pacarku yang setia, Rama. Dialah yang selalu ada disaat aku suka maupun duka. “Hai Cinta, jadi kita makan siang dan nonton hari ini ?” tanyanya.
“Iya jadi dong. Ya udah, kita berangkat sekarang aja yuk.” Disana pun membuatku melupakan semua masalah yang telah menimpaku tadi.
      Malamnya, aku ada janji dengan dokter langganan keluargaku di Rumah Sakit. Sesampainya disana, aku terkejut. Dokter mengatakan, “Cinta,kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.”
“Mak ..maksud Dokter ?”, tanyaku gugup.“Maaf sebelumnya. Cinta, kamu mengidap penyakit tumor otak stadium 4, yang sudah tidak dapat disembuhkan. Sebaiknya kamu mengatakan ini kepada orang tuamu.”
“Tidak , Dok … Cinta nggak mau seseorang tau tentang hal ini.”
“Tapi …..”
“Cinta mohon, biar ini jadi rahasia kita berdua ya Dok.”
“ … Baiklah kalau begitu.”
       Di perjalanan menuju rumah, aku pun terus memikirkan masalah tadi. “Tuhan, masalah yang satu belum selesai engapa masalah lain datang?” batinku berkata.
     Sesampainya dirumah, aku disambut lagi dengan pertengkaran dan kegaduhan yang dibuat oleh kedua orang tuaku, sampai-sampai tetangga di sebelah rumahku datang untuk melihatnya. Aku sungguh malu, secepatnya aku beranjak menuju kamarku. Didalam kamar aku menggerutu, “Kenapa sih mereka selalu bertengkar ? Apakah mereka tidak mengenal waktu untuk bertengkar ? Apakah setiap pagi tidak cukup ?”
    Bibi pun datang dan berkata “Non, non tidak boleh berkata seperti itu”, sambil menenangkanku.“Biarin aja Bi, apa itu yang mereka sebut diri mereka orang tua ? yang satu selingkuh, yang satu nggak pernah ada dirumah! Lebih baik Cinta nggak pernah punya orang tua Bi!”.  “Tapi Non, biar bagaimana pun mereka tetap orang tua Non, yang merawat Non dari kecil sampai sekarang.” Aku hanya bisa menangis. Dibenakku aku masih memikirkan penyakitku ini. Aku hanya bisa pasrah kepada Tuhan                  
     Hari ini, tepat tanggal 14 Februari , yang merupakan hari special bagiku. Karena hari ini adalah hari ulang tahunku. Tapi apa yang kudapat ? Hanya pertengkaran Mama dan Papa. Padahal aku berharap hari ini adalah hari disaat aku melihat Mama dan Papa ku tersenyum dan berkumpul bersama, walau hanya satu hari saja aku dapat menikmatinya disaat ulang tahunku yang ke 17 ini.  Papa dan Mama memberikan ku nama Cinta, agar aku selalu mendapatkan cinta kasih sayang dari siapapun. Tapi semua itu tidak benar.                    
     Pagi-pagi benar aku mendapat pesan singkat dari Rama.
 “Happy Birthday ya Sayang, semoga pada ulang tahunmu ini, kamu selalu dilimpahkan kasih saying dan diberikan umur yang panjang.” Aku sangat bahagia sekaligus sedih saat membacanya.
     Sesampainya disekolah, teman-temanku memberikan kado buatku, sekaligus merayakan Hari Valentine. “Happy Birthday ya Cin, semoga kamu tambah cantik dan panjang umur” , ujar sahabatku , Sinta , Indah dan Lutvi.
     Sore harinya aku bersama teman-teman merayakan ulang tahunku disebuah restoran berpanorama Sunset yang indah dan menawan. Disana aku dan eman-teman bersuka ria bersama. “Happy Birthday to you …” lantunan lagu selamat ulang tahun terdengar begitu merdu. Namun , pada tengah-tengah acara aku terkulai lemas tak sadarkan diri. Rama yang ada disampingku begitu panik dan langsung membawaku kerumah sakit. Tanpa sadar, aku telah berada dirumah sakit. Dan saat ku membuka mata, aku melihat Mama dan Papa berada disampingku. “Cinta, kamu harus bertahan Nak. Maafkan Mama dan Papa yang telah menyia-nyiakanmu selama ini dan tidak pernah menemanimu.”
 “Iya Ma, Pa. Satu hal yang ingin Cinta minta dari Mama dan Papa” , ujarku lemah.
 “Apa Nak ? sebisa mungkin Mama dan Papa akan memenuhinya.”
“Cinta hanya minta Mama dan Papa untuk tersenyum. Cinta ingin sekali melihat senyuman kalian yang sudah lama sekali tidak Cinta lihat.” Mereka pun mulai tersenyum kepadaku dan aku ppun membalas senyuman itu. Samar-samar kurasakan, nafasku berhenti berhembus, jantungku berhenti berdegup, darahku berhenti mengalir, dan pandangan disekitarku menjadi gelap.
     Dalam senyuman terakhirku, aku merasa lega dan tersirat bahwa aku ingin mengatakan “Aku sangat merindukan kehangatan keluarga, terutama dari Mama dan Papa.” 

Oleh : Yana

Puisi : Tak Kan Terganti

Di sudut kamarku aku terdiam
Seperti batu yang diterpa angin
Tak tergoyahkan oleh apapun
Memandang kertas berhamburan
Berserakan tak terarah
Penuh dengan gambar wajahnya

Aku pikir
Seorang pencerah dalam hidupku
Namun kecewa yang kurasa
Kau pergi
Berlalu dan tanpa jejak
Menghilang dan bersembunyi

Entah dimana
Hanya bisa mengingat janji manismu
Yang kau ingkari saat ini
Semakin lama aku menyadari
Sampai saat ini kau takkan terganti
Meski telah kau buatku menangis

Oleh : Nala

Puisi : Hidup Kami Adalah Jalanan

Mentari mulai bersinar menampakan wajahnya
Seorang anak kecil mulai menapakan kakinya dijalanan
Kaki kecil itu mulai menyusuri jalanan
Berbekal gitar yang sudah mulai rusak,
Suara yang tak merdu, baju usang dan kaleng bekas
Dia mulai menjajakan suaranya yang tak merdu itu di perempatan jalan
Berhenti disetiap mobil dan diberikan cacian sudah seperti makanannya
Ya, begitulah kehidupannya
Kehidupan anak jalanan yang berjuang demi hidupnya sendiri

Oleh : Nala

Cerpen : Jangan Lupakan

Kesya Anastasia Andita. Ia akrab disapa Kesya. Sampai sekarang nama itu masih terngiang dalam pikiranku. Kadang, dalam lamunanku, terbayang kembali tawanya yang manis. Tawa yang merdu dan penuh keceriaan yang dibuat-buat, tawa yang tidak lepas. Seringkali aku sendiri bertanya-tanya, apakah tidak ada orang lain selain aku yang menyadari sesuatu yang aneh dalam tawanya itu? Senyumnya pun amat berat dan sendu, seolah ia tidak memilki sesuatu yang membuatnya bahagia, dan juga derita. Namun, aku tidak pernah terlalu ambil pusing dengan hal-hal semacam itu.
    Aku dan Kesya saling mengenal sejak 4 tahun lalu, di kelas VA. Ya, aku dan Kesya sama-sama menduduki posisi 20 besar saat itu sehingga kami di tempatkan di kelas VA. Di sini hampir tak seorang pun mau menjadikanku teman, entahlah alasan apa yang membuat mereka tidak mau berteman denganku. Kesya adalah satu dari sedikit sekali orang yang mau berteman denganku. Jadilah kami di sini menjadi teman satu kelas. Lambat laun kami pun berteman. Mungkin boleh dibilang aku ini sahabatnya. Menurut Kesya, ia masuk kelas VA karena sebuah keterpaksaan bukan niatnya sendiri ingin masuk kelas unggulan tersebut, ia dipaksa oleh orang tuanya agar terus belajar, belajar dan belajar hampir waktu yang ia punya dgunakan untuk belajar agar dia bisa masuk kelas unggulan. Mungkin itu sebuah alasan yang masuk akal mengapa tidak ada satu pun orang yang ingin berteman dengannya dan dia menjadi seseorang yang cukup pendiam dan egois.
    Banyak anak laki-laki di kelas mengagumi Kesya karena cara tutur katanya yang lemah lembut dan santun, tetapi Kesya tak pernah memedulikan mereka. Bagi Kesya, hal terpenting dalam hidupnya ada dua : orang tua yang selalu mengerti akan keadaannya serta sahabat. Cukup. Namun ternyata, kriteria hidup ala Kesya yang sekilas tampak sederhana ini, tak satu pun terpenuhi dengan baik. Mungkin itu sebabnya ia tak pernah terlihat bahagia sebenar-benarnya. Memang, dalam acara-acara sederhana yang dilakukan sekolah dia ikut melebur dalam tawa, tapi terkesan itu hanya formalitas saja. Sekedar etika yang harus dipatuhinya agar tidak merusak keceriaan orang-orang di  sekitarnya. Kesya lebih banyak menyendiri di perpustakaan, tenggelam dalam lamunan. Seolah hanya tubuhnya yang hadir di situ, tapi jiwanya menerawang ke tempat lain. Ke masa lampau, ke dalam kenangan, atau mungkin berkelana ke alam mimpi. Ke tempat ia merajut harapannya, yang kemudian terkoyak bila ia kembali ke dunia nyata. Kadang-kadang bila aku meliriknya saat kami sedang bersenda gurau, Kesya tertawa hambar, sekedar menyumbang suara. Bibirnya memang tersenyum, suaranya memang terdengar tapi matanya tidak dapat mengelabui. Bila diperhatikan dengan seksama dalam mata kelabu Kesya yang indah, ada sesuatu yang lain. Seperti mencerminkan bahwa ada kehampaan dalam dirinya. Kekosongan yang tersembunyi dalam ruang hatinya. Yang mungkin dulu terisi oleh suatu kebahagiaan yang kemudian direnggut darinya. Kesepian yang tidak dapat terobati oleh apapun, kecuali kebahagiaan itu diperolehnya kembali. Namun, sayang, tidak ada yang mau repot-repot memperhatikan seperti itu. Kami semua, anak-anak kelas VA, amat sangat sibuk sehingga bila ada perayaan atau sejenisnya, kami langsung meleburkan diri dalam keceriaan, kehidupan indah masa kanak-kanak yang tak sempat kami rasakan.
    Kisah Kesya, yang baru kuketahui setelah Kesya meninggalkan kelas ini, cukup menyentuhku sehingga tak ada salahnya bila kuceritakan pada kalian semua. Here we go...
    ”Tahukan kau? Hidup ini sangat menyebalkan. Masa sudah 5 tahun kita sekolah disini, tidak ada sedikit pun perubahan yang berarti, yang bisa membuat kita bahagia ? Dunia ini keterlaluan, pilih kasih ! Aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya kasih sayang dari orang tua, aku ingin seperti anak-anak lain yang bisa bermain dengan bebas. Bukan seperti ini yang kuinginkan, setiap malam aku selalu mendapat pukulan , omelan , hinaan dari orang tuaku sendiri! Sungguh Tuhan begitu tidak adil bagiku!” Untuk kesekian kalinya Kesya mengeluh tentang kehidupannya. Kata-kata semacam itu sudah seperti nyanyian hidup yang selalu terngiang di telingaku, karena saking seringnya Kesya mengomel tentang dunia yang dianggapnya tidak adil.
    ”Terima saja, Kes, kau mengomel seperti ini juga tidak menyelesaikan masalah. Yang penting kita bisa belajar dan sekolah seperti anak-anak lain. Masih banyak anak-anak yang tidak seberuntung kita diluar sana, kita syukuri saja apa yang ada sekarang. Kalau kita anggap hidup ini menderita, kita akan menilai orang lain selalu lebih bahagia, dan itu Cuma memperburuk keadaan! ”
    ”Mungkin kata-katamu memang benar,” kata Kesya sambil menarik nafas dalam-dalam. Ia tertawa kecil, tawa dalam yang seakan menghina dunia yang amat bijaksana, kemudian ia mendengus penuh penat.
    ”Dunia pilih kasih, itu tidak salah. Masalah kita bukan itu, masalah kita adalah bagaimana supaya kasih dunia juga tercurah pada kita.” gumamku sendiri.
    Ketika jam istirahat, aku dan Kesya selalu menuju perpustakaan sembari menghilangkan rasa jenuh yang membelenggu dalam kehidupan kami. Kalau kuperhatikan, Kesya selalu belajar lebih keras daripada yang lain. Ia selalu merasa harus menjadi yang no 1 agar bisa hidup seang dan membahagiakan kedua orang tuanya. Akhir-akhir ini Kesya sering mengeluh pusing-pusing, tapi aku menganggapnya biasa. Paling aku hanya menyuruhnya istirahat di ruang UKS. Pernah aku menyuruhnya ke dokter, dan disambut dengan cerocosan panjang lebar ”memangnya kau pikir orang tuaku akan memikirkan keadaanku, mana pernah mereka menanyakan apa aku sakit atau tidak ! Yang mereka pikirkan hanya kesenangan mereka, mereka tidak pernah memperdulikan keadaanku. Apa aku terlalu hina jadi anak mereka ? sehingga mereka memperlakukan aku seperti ini!” Sejak itu aku jera memberinya nasihat macam-macam, lebih baik suruh saja dia istirahat, tidur, pokoknya apa pun untuk mendiamkannya. Di depan orang-orang Kesya memang terlihat pendiam dan penuh beban, tapi entah kenapa disetiap menjelang pulang sekolah dia berubah menjadi orang yang amat gemar mengeluh. Satu yang sama : ia tetap terlihat penuh beban. Kadang aku kasihan juga padanya.
     Minggu pagi, kami mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru di sekolah. Aku dan Kesya mendapatkan tugas untuk meneliti tumbuhan yang ada disekitar lingkungan kami. Berbekal pulpen dan mini book kami mulai meneliti tumbuhan disekitar rumah. Setelah selesai, kami berjalan menuju rumahku yang tidak terlalu jauh dari tempat kami tadi. Entah kenapa hari itu matahari bersinar amat terik.
    ”Duh panas banget,” ujar Kesya sembari menutupi wajahnya dengan tangan. Bulir-bulir peluh menetes di sekujur tubuhnya. Aku menyipitkan mata, sinar matahari terasa amat menyilaukan. ”Duh panas!” keluh Kesya lagi.
    ”Iya, aku juuga tahu kalau hari ini panas, Kes. Berhenti mengomel kenapa? Bikin tambah panas aja,” aku betul-betul gerah, dan omelan Kesya sungguh membuat hari ini tambah panas.
    ”Uuuh, aku nggak kuat kalau sepanas ini, Win,” ujarnya lemah. Aku memalingkan wajah ke kiri dan ke kanan, mencari-cari angkot. Aku tidak menoleh ke arah Kesya, sampai kudengar bunyi ”bruk” pelan dan pulpen serta mini book  yang dibawa Kesya terjatuh. Terkejut, kupalingkan wajahku kearah Kesya, yang kini telah tumbang di jalan aspal tersebut. Aku menjerit kaget, lalu kubantu ia bangun. Kesya pingsan dan aku dilanda kebingungan. Aku melambaikan tanganku asal saja ke arah jalan, aku gusar sekali. Untunglah ada bemo yang berhenti didepan kami, segera aku gotong Kesya kedalam bemo dan menuju rumah sakit terdekat.
    Pukul 16.00 Kesya akhirnya tersadar juga dari pingsannya yang cukup terbilang lama itu. ”Win, apa yang terjadi padaku? Mengapa aku bisa ada disini?,” tanya Kesya padaku. ”Kes, tadi kamu pingsan, karena aku terlalu panik makanya segera kubawa kamu ke rumah sakit dan kata dokter kamu terlalu kecapaian.”kataku.
    Hmmm, aku merasa agak lega sekarang karena Kesya sudah sadar dari pingsannya. Keesokan harinya Kesya tidak masuk sekolah katanya dia mau dioperasi. Dioperasi! Aku kaget, ketakutanku mendengar kata operasi meraja-lela di pikiranku, aku pun bermaksud pulang sekolah nanti ingin membesuk Kesya di rumah sakit.
    Tiba di rumah sakit....
    Tibanya aku disana Ibu Kesya mengantarkanku ke ruangan tempat Kesya dirawat, kemudian dia keluar dan meninggalkanku berdua dengan Kesya. Kesya terlihat senang saatku datang. Sebelum itu aku sempat berbasa-basi dengannya, tetapi itu tak lama karena tiba-tiba Kesya mengatakan sesuatu yang benar-benar membuatku syok saat itu. ”Aku udak gak kuat lagi Win, aku udah pasrah, aku rela jika Tuhan memanggilku sekarang,” dengan pelan Kesya mengatakan.
    Aku kaget mendengar perkataan Kesya. Baru tadi aku berdoa, berharap supaya Kesya kuat dengan keadaannya ini.Aku bingung, aku pingin nangis melihat keadaan Kesya. Wajar saja kalau dia sudah berpasrah diri. Dengan wajah yang sangat pucat, aku ngerti kalau dia itu udah gak kuat lagi. Aku yakin kalau keputusannya berpasrah diri itu adalah keputusan yan tepat. Dan, ternyata Kesya ingin meminta bantuanku, makanya dia menginkanku menemuinya. Kesya ingin aku menuliskan sebuah surat untuk keluarganya karena dia tak ingin mengatkannya secara langsung di depan keluarganya. Ia tak ingin keluarganya menangis di depannya.
    Aku merasa sedih saat menulis da mendengarkan apa yang ingin Kesya sampaikan kepada keluarganya. Ia mengatakannya dengan terpatah-patah. Kesya memang anak yang berhati baik. Walaupun ia menderita saki leukimia, sakit yang baru aku ketahui saat ini, dia masih mau dan tidak lupa mengatakan terima kasih kepada keluarganya karena sudah membuatnya bahagia selama hidupnya dan dia ingin meminta maaf karena harus meninggalkan mereka lebih cepat tanpa bisa membalas semua kebaikan keluarganya. Di akhir surat Kesya minta dituliskan sebuah kalimat ”Salam sayang dari Kesya, selamat tinggal”. Seteah itu, dia mengucapkan terima kasih padaku. Kemudian, Kesya memejamkan matanya. Ia pergi meninggalkan semu yang mencintainya. Dia pergi, pergi dengan wajah tersenyum cantik, sangat cantik, beberapa detik kemudian, orang tua dan yang lainnya masuk. Mereka memeluk dan mencium Kesya. Dalam benakku berkata, ”Kau meninggalkan semua orang yang mencintaimu dengan wajah tersenyum. Selamat jalan, Kes.”
    Besoknya... Setelah pemakaman.
    Siang tadi jasad Kesya sudah dimakamkan. Sesuai dengan permintaanya, dia ingin surat ini diberikan kepada keluarganya setelah pemakamanya selesai. Aku memberikannya kepada kakak Kesya dan dia membacakannya di depan keluarganya. Ibu Kesya gak henti-hentinya menangis dan memeluk foto anak gadis satu-satumya itu. Namun, ia masih tetap mendengarkan isi surat yang dibacakan oleh kakak Kesya.
    Aku salut pada Kesya. Ketabahan, ketegaran Kesya selama ini membuat keluarganya bangga padanya walaupun dia sudah tak ada lagi berada bersama keluarganya.
    Sudah 4 tahun Kesya pergi saat ini tapi aku masih tetap menyimpan semua kenangan dari Kesya selama ini. Kesya, semoga kau disana tak pernah melupakanku dan ingatlah lagu yang sering kita nyanyikan selama kita bersama.
Selamat Jalan Kesya

Oleh : Nala

Puisi : Lembayung Senja

Dibalik semburat jingga cakrawala
Mentari mulai bersembunyi
Dibalik pantai tak berbatas
Meninggalkan pasir putih terluka
Terdengar nyanyian sedih sang ombak
Bau itu kembali menyeruak
Membuat dia muak, mereka muak
Plastik-plastik bekas teronggok diam
Tak ada yang tahu, tak ada yang peduli
Pantai itu kini sepi
Hanya ditemani lembayung senja
Yang akan meninggalkannya
Karna rembulan akan mengganti


Oleh : Chandrika

Puisi : Lagu Untukmu

Dari tumpukan cerita masa lalu
Kutatap dirimu
Setiap waktu
Lahir lagu demi lagu
Tentang luka hati
Yang mulai mengering
Karena senyummu
Inilah lagu untukmu

Oleh : Chandrika

Curhatan Di MP

Bagi saya, MP sudah merupakan bagian dari keluarga. Kadang ada saat kita diberi kewajiban, kadang juga diberi petuah-petuah bagaimana cara menjalani hidup. MP memberi banyak pelajaran dan pengalaman bagi saya, pengalaman dalam bertanggung jawab dan kerjasama antara sesama anggota MP. Tapi terkadang tugas-tugas MP yang menuntut deadline membuat saya harus mengorbankan banyak waktu belajar saya karena tugas tersebut. Waktu yang terbatas memang menuntut saya untuk belajar disiplin membagi waktu. Tapi pemberian tugas mendadak itu membuat saya berpikir tugas ini merupakan suatu beban yang menambah beban yang memang sudah diberikan oleh guru.

Chandrika

Cerpen : Anak Baru

“Apaa?? Bakal ada orang yang numpang tinggal disini ma? Mama gak salah?” ucap Dila menggelegar.
“Buat apa mama boong? Ya beneranlah. Dia itu anak Tante Sarah, temen mama itu, dia baru keluar dari rehab narkoba, makanya mamanya minta tolong sama mama buat jagain dia biar gak ketemu bandarnya dia yang dulu lagi.” Ucap mama Dila menjelaskan.
“Hah? Baru keluar dari rehab? Apalagi itu ma, bahaya tau. Pokoknya aku gak setuju ada orang lain di rumah kita. Lagian di rumah ini udah gak ada tempat buat dia. Mama jagain anak 1 aja udah repot, malah mau jagain anak orang lain lagi.” Dila mencibir.
“Yang penting papa mama udah setuju, pendapatmu gak penting lagi. Masih ada tempat kok buat dia, di loteng. Jadi kamu harus bantu mama bersihin loteng karena besok dia bakal dateng kesini.” Mama Dila meninggalkannya yang setengah mati menahan gondok. Dila kalah.

“Kenalin, ini Eric, anak tante, dia emang sedikit sengak tapi orangnya baik kok.” Tante Sarah mengenalkan anaknya ke Dila.
Saat Dila mengulurkan tangannya hendak berkenalan, Eric hanya diam.
“Ish sombong.” Desis Dila pelan.
“Eric, nanti kamu sekolah bareng Dila ya, udah tante daftarin di sekolahnya Dila.”
Ivon mengangguk patuh tanpa berkata apa-apa. What the hell, mimpi apa aku semalem? Satu sekolah sama robot ginii  Dila sukses menganga denger ucapan mamanya. Semoga aku gak satu kelas sama anak ini ya tuhaaan, kalo sampe 1 kelas mati aku, Dila memohon dalam hati
Perjalanan Dila ke sekolah sukses membuat anak-anak SMA Kusuma Bangsa menatapnya heran, karena kemanapun dia pergi Eric selalu mengikuti bak bodyguard.  Awalnya Dila sabar tapi akhirnya kesabarannya habis juga.
“Kamu ngapain sih ikutin aku terus? Gak punya kerjaan ya?.” Semprot Dila.
“Aku kan anak baru, lagian cuma kamu yang aku kenal, aku harus ngikutin siapa selain kamu?” Eric membela dirinya.
Wajah Dila seketika memerah. Malu. Ia lupa Eric anak baru sehingga belum tau keadaan sekolahnya.
“Ya udah, kamu dapet kelas X apa? Aku anterin sekarang.”
“Yang bilang aku kelas X siapa? Sok tau. Aku kelas XII tau.” Eric berusaha menyembunyikan tawanya.
“Huaaa. Yayaya. Kelas XII apa kak?” Dila memberi tekanan pada kata ‘kak’ sehingga terdengar seperti menghina.
“Kelas XII IPS 2. Anterin ya dik, hahahaha.” Eric tertawa. Setelah hari itu, mereka semakin akrab.
    Eric terkejut mendengar hasil diagnose dokter yang mengatakan dirinya terkena radang paru-paru. Ternyata penyakit ini diakibatkan dari rokok yang selama ini diisapnya terus menerus. Setelah berhenti menggunakan narkoba, ia tidak bisa berhenti sama sekali, oleh karena itu ia melampiaskannya dengan rokok, itupun sudah dikuranginya sedikit demi sedikit.
“Terus, saya harus gimana dok?” Eric bingung bagaimana cara menjelaskan pada mamanya. Karena selama ini mamanya tau dia sudah benar-benar berhenti.
“Satu-satunya jalan yang terjamin keberhasilannya dengan terapi selama 1 bulan.”
“Dila?”
“Apa?” Dila menjawab dengan ogah.
“Aku mau cerita, tapi jaga rahasiaku baik-baik ya.” Eric menunggu jawaban Dila.
“Iya-iya apaan?”
“Please jangan bilang sama mama. Aku kena penyakit radang paru-paru. Semua gara-gara aku masih merokok. Mama taunya aku udah bersih, tapi aku gak bisa bener-bener berhenti, makanya aku ngelampiasin dengan ngerokok.”
“Tapi kamu sakit Ric, kamu harus kasitau mama kamu.” Dila menyarankan.
Eric sibuk menulis sesuatu di buku catatannya. Sesekali dia terbatuk-batuk dan menutup mulutnya.  Saat ini sedang jam istirahat, harusnya dia sudah permisi pulang. Tapi dia bertekad setelah menyelesaikannya, dia akan segera pulang.
“Eh, kalo ketemu Dila anak kelas X-1. Kasi ini buat dia ya.” Eric menitip buku catatannya pada temannya.
    Eric mengambil tasnya dan segera pulang. 1 bulan lagi dia akan kembali menemui Dila dan menjelaskan semuanya.
    Dila membuka buku catatan yang ada di genggamannya. Dibolak-baliknya catatan itu. Tapi terlihat seperti catatan biasa, tak ada yang istimewa. Tapi matanya menatap sesuatu yang istimewa, tulisan tangan rapi khas seorang laki-laki.
Untuk Dila,
Ini catatan Eric, lelaki tampan yang selama ini selalu kamu ejek :p. hmm, kamu manis kalo marah :D, jadi aku suka. Jangan cari aku. Aku udah nurutin apa kata-kata kamu. Aku udah kasitau mama. Sekarang aku mau terapi di Surabaya, kata mama biar jauh dari bandarku yang dulu. Tapi aku pasti balik lagi buat kamu. Aku sayang kamu, mau gak jadi pacarku? Harus mau ya, gak mau tau! :p
Hmm, bagi kamu mungkin aku sedikit pengecut nembak lewat catetan gaje kayak gini. Tapi jaga diri baik-baik yaa.
Eric ?
    Dila tersenyum simpul. Ya, dia memang mau, walaupun Eric tidak memaksa ia tetap menerima. Dila akan menunggu hingga Eric kembali untuk menemuinya. Kapanpun itu.

Oleh : Chandrika

Minggu, 08 April 2012

Cerpen : Satya Alfandi

Cowok hitam manis itu juga kelas X, sama seperti Sinta. Namun sayang, mereka berbeda kelas. Sinta kelas X1 dan cowok itu kelas X6. Melihat penampilannya, Sinta tau cowok itu berbeda darinya dan teman-temannya. Tapi entah mengapa, Sinta diam-diam suka memandanginya dan menjadi pengagum dalam diam. Satya Alfandi, nama cowok itu. Itupun diketahui sinta setelah berkali-kali ia curi-curi pandang dari badge yang menempel pada seragamnya.
Saat itu Sinta sedang menunggu kakak laki-lakinya yang telat menjemputnya. Sayangnya hp yang sedang digenggamnya mati. Gerimis mulai turun. Namun, dia tidak sendiri disana. Ada cowok itu, sedang diam menatap hujan. Sinta menarik kesimpulan sendiri bahwa cowok itu ada disana untuk menjaganya.
Klakson mobil membuyarkan lamunan Sinta tentang cowok tadi. Itu kakaknya. Yah, itu berarti dia harus pulang. Sinta memang bukan siswi biasa, ia merupakan anak pengusaha terkenal yang bergelimangan harta tapi terikat berbagai aturan.
“Kamu jemput lama banget, besok aku mau minta supir pribadi aja sama papa.” Ucap Sinta kesal.
“Biar lepas dari pengawasan? Coba aja minta sama papa. Tapi aku yakin itu sia-sia.” Bram tersenyum mengejek.
***
“Sintaaa.” Ucap Sheila sahabat Sinta dengan suaranya yang memecah keheningan pagi itu.
“Apaan?” Sinta menanggapi dengan malas
“Radith titip salam.” Kata Sheila sedikit memekik.
“Radith yang mana sih?”
“Ya ampuuun, anak X6. Jangan pura-pura gak kenal deh”
“Emang gak kenal kok, Satya Alfandi baru kenal.” Sahut Sinta cepat.

Bel berbunyi nyaring tanda sudah waktunya murid-murid untuk pulang.
“Cepetan Sin, kayaknya mau hujan nih.” Sheila mengingatkan.
“Ngapain cepet-cepet? Jemputanku juga belum dateng.”
“Aku duluan yaa.” Pamit Sheila pada Sinta.
Seperti biasa, Sinta duduk di bangku beton di depan kelasnya, karena itu posisi paling dekat dengan pintu pagar. Namun, seketika Sinta senang, dilihatnya cowok pujaannya sedang duduk memandang hujan. Sinta berkhayal, andai saja cowok itu tidak duduk disana tapi menghampirinya dan mengajaknya berkenalan. Sinta sangat terkejut saat dilihatnya cowok itu berjalan menuju ke arahnya.
“Hai.” Sapa cowok itu ramah. Dengan gugup dibalasnya sapaan cowok itu.
“Jemputanmu belum dateng?” cowok itu duduk di bangku beton di sisi paling ujung.
“Iya. Kamu nunggu jemputan juga?”
Cowok itu tertawa kecil.
“Tidak.”
“Terus?”
“Menunggumu. Menunggu jemputanmu dateng, baru aku pulang” Cowok itu menatap wajah Sinta.
Sinta sangat terkejut, ternyata cowok ini benar-benar menjaganya.
“Gak boleh ya?”
“Nggak juga.” Sahut Sinta pelan.
“Namaku Alfandi, panggil saja Alfa. Kamu Sinta kan?”
Sinta mengangguk. Berarti aku bisa memanggilnya Alfa saja, Sinta berbisik dalam hati.

Hari ini Alfa tidak ada di sekolah. Tumben dia nggak ada, pikir Sinta dalam hati. Lengkap sudah kekecewaan Sinta saat dilihatnya mobil kakaknya sudah menunggu di depan sekolahnya. Besoknya, Sinta tidak melihat Alfa lagi. Besoknya dan besoknya lagi juga begitu hingga empat hari berturut-turut. Sayangnya, Sinta tidak memiliki kenalan di kelas Alfa, mustahil jika Sinta harus bertanya pada Radith.

Perpustakaan sepi. Sinta dan Alfa duduk berhadapan di meja paling ujung.
“Kemarin aku udah dapet honor, kamu harus mau aku traktir.” Ucap Alfa pada Sinta. Kemarin Alfa cerita, cerpennya dimuat di sebuah Koran. Sinta percaya Alfa banyak talenta, Alfa bukanlah pengamen biasa yang sering diceritakannya pada Sinta.
“Gak usah. Simpen aja uangmu untuk kepentingan lain.” Ucap Sinta pelan.
Uang itu pasti sangat berarti untuk Alfa. Berapa sih uang saku seorang anak sulung dari seorang janda dengan pekerjaan tidak tetap?
“Pokoknya kamu harus mau.”
Sinta tersenyum dan mengangguk.

“Kok kayaknya cowok itu selalu ada di deketmu tiap pulang sekolah ya?” Kata Bram. Tangannya menunjuk pada Alfa.
“Mana aku tau.”
“Temen sekelasku juga punya adik kelas 1. Dan katanya kamu akrab dengan seorang cowok miskin. Sayang, dia gak nyebutin ciri-cirinya. Tapi perasaanku yakin pasti cowok itu.” Ucap Bram dingin.
“Sekali lagi aku ingetin, jangan deket-deket sama cowok miskin, banyak kumannya. Mending sama adik temenku aja namanya Radith.” Lanjutnya.
***
Hari ini wajah Alfa lebam-lebam.
“Ini hadiah dari kakakmu.” Kata Alfa kalem.
“Dia berpikir dengan mengancamku kayak gini aku bakal mundur? Selama kamu mau, aku tetep pertahanin hubungan kita. Walaupun dia ngancem bakal bunuh aku kalo kita masih tetep pacaran.” Lanjut Alfa.
“Kita harus lebih hati-hati. Mungkin lebih baik kita ketemu di luar sekolah. Kita bisa bolos beberapa jam pelajaran dari sekolah.”
Alfa mengangguk. Semua berjalan lancer sampai mereka menginjak kelas XII.

“Aku pengen ngajak kamu jalan-jalan.” Alfa menuturkan niatnya.
“Berdua aja?” Sinta memastikan.
“Iya, untuk ngerayain kelulusan kita.”
Sinta mengangguk setuju.

Saat liburan bersama Alfa, Sinta merasa dirinya benar-benar bebas dari aturan yang selama ini mengurungnya. Tidak ada yang namanya orang tua, dan larangan-larangan mereka. Tapi Sinta tidak tau bahwa saat ini adalah saat-saat terakhirnya bersama Alfa.

Alfa menghilang. Ya, ia menghilang tanpa kabar dan tanpa memberitahu Sinta terlebih dahulu. Dihubunginya HP Alfa tapi tidak aktif. Dicobanya berkali-kali tapi tetap yang terdengar hanya mailbox. Sinta hanya bisa berharap Alfa yang disayanginya akan kembali lagi dan menjelaskan keadaan yang sudah terjadi.

Oleh : Chandrika

Cerpen : Kamar No. 13

Hari itu Krisna, Ryo, Agus, dan Denny sedang bersantai di dorm mereka entah apa yang sedang merea lakukan. “Kris bagaimana kalo kita picnic untuk mengisi waktu kosong kita?” Tawar Ryo pada Krisna. “ Hmm...” Krisna berpikir sejenak lalu menjawabnya. “ aku sih oke-oke aja tapi gimana ama yg lain” jawab Krisna. Agus dan Denny pun menjawab bersamaan “ okey tentu saja kami mau”. “Kalo begitu kita siap-siapin barangnya dulu besok pagi-pagi buta kita berangkat”, jawab Ryo sambil nyengir-nyegir gak jelas. Entah kenapa Krishna merasakan firasat yg buruk akan rencana yg akan mereka lakukan besok. Pagi pun tiba dan mereka langsung berangkat menuju tempat picnic, di perjalanan entah kenapa Krisna terus berwajah pucat seperti akan terjadi sesuatu yg akan menimpa group perjalanan mereka, dan tidak terduga tiba-tiba sebuah pohon tumbang mengenai mesin mobil mereka, dan terpaksa mereka harus berhenti. “Bagaimana ini nasib kita?” tanya Denny dengan nada panik. “tenang aja nanti pasti ada mobil yg datang dan kita tumpangi untuk pulang” jawab Ryo. Sangat lama mereka menunggu hingga hari menuju gelap. Terpaksa mereka berjalan siapa tahu ada sebuah cottage di tengah hutan seperti ini. Seperti yang diduga ternyata memang ada cottage di tengah hutan tersebut. “Apa masih ada kamar kosong?” tanya Krisna. “Masih tapi hanya kamar no 13 tersebut, apa kalian tertarik?” jawab resepsionis tersebut. “Bagaimana kalian mau nggak?” tanya Krisna pada teman-temannya yg lain. “Baiklah dr pada kita bermalaman di luar dan suasana diluar tidak seperti di tempat camping tujuan kita” jawab Ryo dengan nada tegas. Entah Kenapa firasat buruk itu kembali ada bisik Krisna dalam hati, saat di depan pintu kamar tersebut hawa yg aneh tiba-tiba datang dan mereka berempat pun bertanya-tanya. “kok kamar yg ini hawanya aneh y?” tanya Denny pada temannya yg lain. “okey kita masuk saja takutnya pikirin belakangan aja dr pada kita tidur diluar” jawab Agus dengan tegas. “Baiklah kalo gitu kita masuk” Krisna membuka pintu kamar tersebut dan tiba-tiba berteriak sangat keras. “Ada apa ada apa?” tanya temannya yg lain. “Tidak aku hanya terkejut melihat lukisan nenek tersebut” jawab Krisna dengan sedikit tertawa. “dasar kau ini membuat kami terkejut saja” jawab Ryo sambil memukul kepala Krisna. “Baiklah sebaiknya sekarang kita tidur agar esok paginya siapa tahu ada orang mmbawa mobil untuk kita tumpangi pulang” kata Denny sambil langsung menuju kasurnya. Akhirnya ke tiga temannya sudah tertidur sangat lelap kecuali Krisna yang masih belom bisa tidur entah karena apa. Tiba-tiba dr kamar mandi muncul seorang nenek yg persis seperti di lukisan sambil membawa pisau sperti akan menikam Krisna, entah kenapa Krisna ingin bergerak berteriak tapi tidak bisa seperti tubuhnya tersetrum. Saat nenek tersebut semakin mendekat ingin menikam Krisna, dia hanya bisa pasrah, lalu akhirnya nenek tersebut berhasil menikam Krisna. Tiba-tiba Krisna terbangun dan itu semua ternyata hanya mimpi buruk.

Oleh : Gung Gus

Cerpen : Yume No Tsuba

        Setiap orang memiliki mimpinya masing-masing, entah itu menjadi penulis, penyanyi, dokter, ataupun arti. Yang pasti setiap orang memilkiki mimpi yang selalu ingin diwujudkan, sesulit apapun proses yang harus mereka lewati. Yaseta, seorang gadis biasa, baik dan cerdas, ia selalu ingin menjadi seorang novelis hebat yang diakui seluruh dunia, termasuk rival sejatinya, Shiyo. Satu hal yang bisa ia banggakan kemampuannya untuk menulis suatu cerita yang terkadang diremehkan orang, tapi hasilnya banyak orang yang menyukai cerita karangannya. Sejak kelas 1 SMP, Yaseta sudah tertarik dengan mengarang cerita, sebetas cerpen fiksi.
            “Woi jangan nulis mulu!”. Celoteh Rinko, Yaseta yang tengah menulis cerpen jadi menatapnya lalu menulis lagi, Rinko Cuma berdesah kesal. Udahlah Rinko, diemin aja si tukang nulis itu, mendingin urusin tugasmu aja “sindir Shiyo yang tengah mendengarkan ipod barunya, Yaseta yang tadi diem jadi menatapnya sinis.
            “Heh! Dasar cowo rese! Kayak kamu bisa ngelakuin hal yang bener aja!” celoteh yaseta kesal. “Gue masih lebih baik dari elo, yang kerjaannya nulis mulu! Emang loe bisa jadi novelis terkenal?” tanya Shiyo dengan cuek dan nada sinis yang mampu membuat semua orang naik darah. “ Bisa dengan usaha dan kerja keras!” bentak Yaseta dengan kening yang berkerut kesal.
            “Oya? Buktikan kalo loe bisa menggapai mimpi loe itu! Besok ada lomba nulis cerita fiksi buat majalah sekolah kalo elo bisa jadi juara satu disana gue bakal ngakuin kalo mimpi elo itu bukan hanya mimpi belaka” tantang Shiyo, semua diam kaget, lomba itu seleksinya sulit bange, gak jarang jurinya seorang novelis populer yang syarata kelulusannya selangit dan lagi jaraknya udah mepet bange! Bener-bener deh...
            “Oke! Balas Yaseta, Shiyo Cuma terkekeh, Yaseta Cuma diam seraya duduk lagi dan mulai melanjutkan pekerjaannya yang tertunda gara-gara manusia menyebalkan! Sepulang sekolah Yaseta langsung masuk ke kamarnya dan mulai mencari-mencari ide untuk cerpennya nati, karna waktu yang tersisa hanya setengah hari, dan pengumuman pemenangnya hari Sabtu. Saat pembagian majalah, dan hari itu juga mereka akan merayakan ulang tahun sekolah mereka. “Aduhh!” Yaseta terus berfikir dan sebersit ide muncul dotaknya yang trgolong brillian itu.
            “...Yume No tsuba, atau yang dalam bahasa Inggrisnya Wings Of Dream, mimpi dari sayap! Nah, sekarang ayo buat ceritanya. Ayo Yaseta kalahkan Shiyo Jelek Itu” sambung Yaseta memberi semangat pada dirinya sendiri, dan mulailah kerja keras otaknya untuk membuat cerita.
            Dan tepatnya jam 12 malam semua itu berkhitr ia tinggal menyetor naskahnya ke Seiran, sang leader majalah sekolah. Sebenarnya Yaseta mendapat ide cerita dari judul lagunya yang baru habis didengarnya. Esoknya Yaseta di sekolah bergegas mengumpulka naskahnya, untung saja ia cepat bertemu Seiran, dan Seiran langsung menerima naskah itu. Setelah itu Yaseta masuk ke kelas dan melanjutkan pelajaran, seperti bias, ia pasti akan dihina dinaoleh Shiyo dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Yaseta tak menaggapi ejekan Shiyo, ia tetap menulis, Rinko dan yang lain jadi gak punya tontonan seru.
            Hari ini hari yang mendebarkan bagi Yaseta, karna jam12 siang nanti pengumuman pemenang lomba itu dan cerita yang mendapat juara akan dimajalah. Shiyo sendiri juga menantika pengumuman pemenangnya, karna ia ingin tahu apa Yaseta bisa mewujudkan mimpinya itu. Setelah rentetan berbagai macam acara yang diadakan tiba saatnya untuk membacakan pemenang loba itu.
            “Nah! Tiba juga kita diajang yang ditunggu-tunggu! Siapa ya 3 orang pemenang cerita itu? Untuk kali ini yang menjadi juri bukan novelis melainkan pembina teater sekolah kita, bagi cerita yang menjadi juara 1 akan dimainkan di teater sekolah kita tercinta lho. Ucap Seiran dengan senyumnya disamping Seiran udah ada Bu Ririko, pembina klub teater sekolah. “ Untuk juara 3 loba cerita fiksi ialah Mira! Untuk juara 2 lomba cerita fiksi adalah Ayi! Buat Ayi dan Mira ayo maju ucap Seiran dan Mira sera Ayi maju. Yaseta jadi tak berharap untuk menang karena mereka ber dua saingan yg hebat. “Hmm ceritanya keren banget! Dari pada Cuma aku dan Bu Ririko yang tahu, kalian juga deh Juaranya adalah Yaseta!” ucap Seiran, semua langsung menatap Yaseta, Yaseta tentu bengong dan kaget.
            “ Ayo dong masju! Atau mau dibatalin tu janj?” tanya Seiran, semuanya jadi bersorak buat Yaseta dan Yasetaakhirnya maju, dia senang banget, cerpennya bakal dijadiin cerita teater! Setelah prosesi penerimaan piagam dan yang lainnya, Yaseta dan semuanya pulang, tadpi ada seorang yang menunggu Yaseta digerbang sekolah bersama Rinko dan beberapa anak yang 1 kelas dengannya.
            “Gue ngaku mimpi loe jadi kenyataan, loe emang hebat dan... apa loe mau jadi sahabat gue?” ucap Shiyo, Yaseta terbelalak kaget, tak percaya bahwa Shiyo sebenarnya ingin menjadi teman. “So what’s your answer? Tanya Shiyo dengan senyumnya, Yaseta menatapnya dengan senyuman dan ia mengangguk perlahan, Shiyo Cuma nyengir sambil mengacak-ngacak rambut Yaseta. Mimpi dari sayap itu sekarang menjadi kenyataan, ue udah punya apa yang gue ma’ ucap Yaseta dengan senyumanya, Shiyo dan yang lain Cuma tersenyum. Semua orang pasti mempunyai mimpi, mimpi yang entah akan menjadi kenyataan atau hanya sebatas sayap, sayap yang tak akan pernah menjadi suatu kenyataan, dan hanya menjadi bayangan saja.

Oleh : Gung Gus

Puisi : With You

Face looking bright
Pleased to make me smile
beautiful world
Of course we've had differences
we went through
But I feel
Fall too in love
I would not change
I do not want you to go s'lamanya

I take care of his faithful
With you yourselves
I'll see you will always be
with you

Oleh : Gung Gus

Puisi : Selamanya

Aku Berharap Kamu Tahu
Tetapi aku selalu mencoba
Untuk Menjadi Orang Baik Sampai Akhir Nafasku
Saya Tidak Bisa Berpura-bura Bahwa Perasaan Ini Untukmu
Kamu Membuat Aku Merasa Bebas Lagi                              
Biarkan Aku Menciummu dan Memelukmu
Setiap Langkah yang Kau Ambil
Setiap Kata yang Kau Ucapkan
Dan Setiap Game yang Kau Mainkan
Aku Akan Selalu Memperhatikanmu
Itu Semua Karena Aku Mencintaimu
Selamanya...


Oleh : Gung Gus

Puisi : Perasaan Yang Terbalas

Matanya yg sewarna arang
Menatap balik ke arahku
Tidak tampak menantang tapi memberikan ketulusan
Dia tersenyum, tertawa berbicara dengan cara yg sama, kepada semua orang, termasuk denganku
Aku ragu akankah semua ini yg terbalas ?
Tapi, saat aku lihat caranya menatapku, sinar matanya ke arahku yg berbeda
Aku tahu, perasaanku terbalas

Oleh : Chintya

Puisi : Dia

Bulan menatap ke arahku
Tampak tahu bahwa aku sedang mengenang dia
Dia…
Seseorang yg selama ini mengisi hatiku dengan semburat kegembiraan
Bagiku, bersamanya lebih dari suatu yg disebut orang lain bahagia
Mungkin orang lain menganggapku gila karena menginginkan sesuatu yg tidak mungkin bisa ku dapatkan kembali
Kadang aku ragu kenapa hidup ini tidak adil, saat aku sudah bahagia bersamanya
Tuhan mengambilnya dariku

Oleh : Chintya

Curhatan Di MP

Bagi saya, MP adalah bukan sekedar ekstra. Tetapi, MP bagian keluarga ketiga saya selain rumah dan sekolah. Karena di dalam ekstra MP ini, saya tidak hanya diajarkan materi-materi jurnalistik, tetapi kita juga diajarkan untuk menghargai karya satu sama lain, kekeluargaan dan kebersamaan. Jadi, MP merupakan wadah untuk mengembangkan minat saya. Di MP, saya juga belajar kemandirian. MP beda dengan ekstra lain, karena selain tulis menulis, MP juga diajarkan berbagai macam bidang, seperti photografi, penyiar, reporter, dan masih banyak lagi.

Chintya

Cerpen : Dia, Cinta Pada Pandangan Pertama

Lagu someone like you yang dinyanyikan oleh Adele, mengalun keras ditelingaku. Cepat-cepat ku angkat benda kecil yg tergeletak di atas tempat tidurku. “hallo.” “hallo Tia, putuskan Andre sekarang juga!” Aku tersentak kaget mendengar suara Devi, sahabatku itu. “ada apa dengan Andre Vi?” “lo tau?  Ternyata Andre udah selingkuh sama sepupu gue sendiri!” Bulir bening tiba-tiba jatuh ke pipiku. “darimana lo tau?” “iya Tia, sepupu gue itu cerita tentang Andre ke gue. Aku sudah mempunyai firasat buruk, dia itu gak pantes buat kamu! Berulang kali kamu dihianati olehnya, tapi kamu tetap memaafkannya. Gue gak mau sahabat gue dimainin lagi! Gue sayang sama lo! Masih banyak cowok yang mau nerima lo, yang lebih baik daripada Andre! Lo inget gak, dulu banyak cewek yang masuk ke khidupan lo dan Andre? Vivi? Dian? Dewi? Mita? Trus sekarang siapa lagi?! “udah! Cukup Vi, cukup!” “lo terlalu lemah jadi perempuan! Udah deh sekarang terserah lo, lo mau percaya gue, sahabat lo dari kecil, atau Andre pacar lo yang udah sering nyakitin lo berulang kali! Inget ya, sifat asli orang itu emang gak bisa dirubah. Yaahh.. sekali playboy, bakalan playboy terus!”
Tuuuuuutttuuuttt…
    Devi menutup telponnya. Aku berpikir sejenak. Mengingat omongan Devi yang tadi. Aku bingung, aku sayang Andre, tapi disisi lain, aku tidak mau disakiti lagi. Untuk kali ini, aku memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan Andre, cukup sudah perih dan sakit yang aku rasakan ketika bersamanya. Amarah, penyeselan, sedih, kecewa hanya itu yang bisa aku rasakan sekarang. Nangis, nangis dan nangis! Hanya itu yang bisa aku lakukan. Jika saja, ku tak pernah mengenalnya, mungkin aku tidak seperti ini. Tapi aku yakin, semua ini hanya sementara, Ini adalah cobaan Tuhan yang dia kasi buat aku.
Hari demi hari ku lewati tanpa sms/telpon dari Andre. Aku menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan positif. Hang out bareng teman-teman, sepedaan, baca novel dan tidak lupa mengerjakan tugas dari guru maupun dari ekstra. Dan akhirnya, aku berhasil melupakannya. Aku mengikuti ekstra Jurnalistik disekolahku. Setiap minggu harus ada kording (Koran dinding) yang terbit. Minggu ini, adalah giliran kelompokku yang akan membuat kording. “tema untuk kording yang mau kita buat untuk minggu ini apa?” tanyaku pada ketua kelomok kording. “temanya basket, kebetulan sekolah kita lagi mengadakan lomba basket antar SMP dalam rangka merayakan Hut sekolah dan juga kegiatan tersebut dilaksanakan barubaru ini. Oh yaa, lo nanti wawancara ketua basket aja ya, namanya Kak Kelvin, dia baik kok orangnya. Kamu kenal denganya?” “Kak Kelvin? Aku tidak pernah mendengar namanya, aku juga tidak mengenalnya.” “nanti aku berikan no.hpnya, supaya kamu bisa menghubungi sekaligus membuat janji untuk wawancara denganya.” “oke, sip, thanks yaa”
Setelah Sinta memberikan no.hpnya Kak Kelvin, aku segera sms dia, memberitahu bahwa aku akan mewawancarainya. Dan kita menentukan tempat wawancara disekitar sekolah, yaitu perpustakaan.
Pk 13.15, bel pulang sekolah berbunyi, segera aku menuju perpustakaan, untuk memenuhi janjiku pada Kak Kelvin, yang akan aku wawancarai setelah pulang sekolah. Beberapa menit kemudian, ada seorang laki-laki yang masuk ke perpus. Lalu dia menghampiriku, “tia bukan?” “iya kak” “oh, kakak yang namanya Kak Kelvin” ucapnya sambil menjabat tanganku ketika berkenalan. “oh iyaa kak, mohon maaf ya kak, minta waktunya sebentar aja buat wawancara.” “iyaa, gak kenapa dik.” Balasnya dengan singkat. Entah apa yang aku rasakan pada saat itu. Detak jantungku berdenyut kencang. Gugup, itu yang aku rasakan ketika mewawancarainya. Sebelumnya, ketika aku mewawancarai seseorang baik perempuan maunpun laki-laki, aku tidak pernah merasakan hal seperti ini. Seolah-olah ada yang berbeda. Apalagi jika kita tidak sengaja saling bertatap muka ketika melakukan wawancara. Setelah 15 menit kemudian, wawancara pun selesai. Tidak lupa aku mengucapkan terima kasih pada Kak Kelvin.
Wajahnya, senyumannya, dan tatapan matanya ketika wawancara. Tidak bisa kulupakan kejadian itu, selalu tengiang dipikiranku. Malam harinya, handphoneku berbunyi, dan ternyata itu sms dari Kelvin. Kelvin beda setahun dariku. Beberapa hari ini, aku sering komunikasinya denganya. Aku sering bercerita tentang teman-temanku dan mantanku itu begitupun sebaliknya. Kelvin orang yang ramah, baik, lucu. Entah apa yang membuatku cepat percaya padanya, hingga aku bisa menceritakan tentang kehidupanku dengannya. Setiap aku mempunyai masalah, dia selalu memberikan solusi atau saran untukku. Dan tidak bisa mengira sebelumnya, jika dia mengajakku untuk pergi. Setelah sekian lama, tidak salah aku mempunyai perasaan lebih padanya. Aku tak tau mengapa perasaan tersebut bisa muncul. Ternyata rasaku ke dia dan rasa dia ke aku itu sama. Aku bisa merasakan hal tersebut dari gerak-geriknya, perhatian, dan pengertianya.
Ku beranjak dari tempat tidurku, Pagi yang sangat cerah, gumamku dalam hati. Entah apa yang membuatku semangat untuk pergi ke sekolah hari ini.Yaaa, hari ini adalah hari kasih sayang yang jatuh pada tanggal 14 februari. Aku berpikir hari ini tidak ada yang special. Sama seperti hari-hari biasanya. Tapi, yang berbeda hari ini, aku akan membagikan coklat untuk teman-temanku.
Pk 18.00, aku pergi dengan kedua sahabatku, Devi dan Febby. Devi seumuranku dan Febby beda setahun dariku. Dia seumuran sekaligus teman Kelvin. Dia mengetahui bahwa aku dekat dengan temannya itu. Kita berjalan menelusuri gelapnya malam. Pemandangan pantai di malam hari yang begitu indah, dihiasi cahaya bintang dan bulan. “kalian mau ngapain ngajak aku kesini? Mau liat orang pacaran di pinggir pantai?” Cerocosku tiba-tiba. “udah deh lo diem aja, ikutin gue, gue lagi nyari restoran yang bagus buat kita makan malam” jawab Febby dengan nada ketus. Setelah muter-muter pantai, akhirnya kita memilih tempat untuk makan malam. Ku lihat Febby ke halaman belakang restoran. Disana terdapat, lilin yang berbentuk hati. “Tiaaaa!!! Cepet sini!!” teriaknya tiba-tiba. Aku menuju halaman belakang restoran tersebut. “bagus yaa lilinnya” “iyaa, bagus banget, bentuk hati lagi” jawabku. Devi hanya terdiam sambil melihat lilin yang berbentuk hati tersebut. “happy valentine’s day Chintia Pramesti” ucap suara laki-laki tersebut dari belakang tubuhku sambil membawa bunga mawar yang berwarna pink itu, lalu ia merangkul pundakku. Mataku terbelalak melihat kejadian itu, dan ternyata itu Kelvin. “Kelvin!!! Yaampun ternyata kamu yang buat semua ini” tanyaku keheranan. “iya, hahaha. Akhirnya rencana kita sukses Febby. Makasi ya, buat teman-teman yang udah bantuin gue.” “jadi, lo kerjasaama sama Febby?” Kelvin tidak menjawab, ia hanya tertawa. Akhirnya, aku, Febby, Devi, Kelvin dan teman-temannya, memlih tempat duduk di restoran tersebut. Sampai di tempat itu, lagi-lagi Kelvin memberiku sebuah boneka yang berwarna pink, warna kesukaanku itu. “oh iya Tia, ini lagi satu ketinggalam” tutur Kelvin, sambil menyodorkan bingkisan. Aku berterima kasih banyak padanya dan pada teman-temanya. Aku tidak menyangka, Kelvin bisa berbuat seperti ini padaku. Padahal aku bukan siapa-siapanya. Setelah selesai makan. Kelvin menggenggam tanganku, lalu mengajakku untuk meniup lilin itu tersebut.
14 Februari, hhmmm…
Tanggal dimana disitu banyak kenangan yg gak akan aku lupain. Kenanganku bersama dia, dia, cinta pada pandangan pertamaku

Oleh : Chintya

Cerpen : Airmata Terakhir Cinta

Cinta permata ,begitulah nama lengkapnya. Anak yg lahir dari keluarga sederhana, yg cantik, putih, tinggi, pendiam, dan berambut lurus. Banyak orang yg tertarik padanya. Angga Saputra, cinta pertama dan sekaligus terakhir cinta. Angga yg baik hati, periang, cerdas, ganteng, dan tidak sombong. Diantara teman sekelas Angga, ialah yg paling banyak disukai oleh teman-teman perempuannya. Cinta mempunyai seorang sahabat yg bernama Rina. Rina selalu ada saat Cinta membutuhkannya. Rina selalu menghibur Cinta disaat ia bersedih. Rina bagaikan curahan hati dan diary cinta. Begitupun sebaliknya. Angga juga mempunyai sahabat karib yg bernama Adi. Mereka berdua sudah seperti saudara sndiri. Hobi merekapun sama, yaitu suka bermain basket. Cocok dengan postur tumbuh Angga yg tinggi. Tidak heran, jika banyak teman-temannya yg menyukainya. Ibu meli adalah ibu Cinta. Ibu meli yg membesarkan Cinta hingga sampai sekarang ini. Sebab, Cinta sudah ditinggal oleh Ayahnya sejak berumur 3tahun. Ayah Cinta meninggal karena mengidam penyakit leukemia. Pahit manis kehidupan sudah pernah dirasakannoleh ibu meli. Ibu meli adalah wanita tertegar dan terkuat yg pernah cinta kenal. Riska, cewek yg terkenal centil di sekolah cinta, dan suka tebar pesona sama para cowok-cowok. Riska lahir dari keluarga yg kaya raya. Orang tua Riska selalu memanjakan dengan kemewahannya. Riska mempunyai sifat sombong yg tidak disukai oleh teman-temannya.
    Akhir-akhir ini cinta sering merasakan kesakitan dibagian jantungnya. Cinta menyuruh ibu Meli untuk mengajak Cinta ke dokter, ibu meli pun menurutinya. Setelah selesai diperiksa, dokter tidak memberitahu bu Meli bahwa Cinta mengalami penyakit jantung. Ia takut Cinta mendengar semuanya dan Cinta menjadi syok. Akhirnya dokterpun menelvon bu Meli setelah pulang dari dokter. Tapi, tetap saja Cinta mendengar ucapan dokter dan Bu Meli ditelvon. Bu Meli sangat kaget mendengar perkataan Dokter. Ia menangis, meneteskan airmatanya. Cinta lalu memeluk ibunya dan bertanya “apa benar Cinta mengalami penyakit jantung bu?” bu meli hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan Cinta. Cinta tidak ingin Rina dan Adi mengetahui hal ini, apalagi pacarnya Angga Saputra.
    Esok harinya, Cinta menjalani hari-hari seperti biasanya. Riska dan Angga sudah menyambut Cinta di depan pintu gerbang sekolah. Cinta sangat kaget, ternyata Riska sudah pacaran dengan Angga. Riska dari dulu sebenarnya sudah menyukai Angga, dia bisa melakukan apa saja demi merebut Angga dari Cinta, termasuk menggunakan ilmu hitam. Cinta awalnya tak percaya, tetapi sejak sahabatnya Rina dan Adi menceritakan semuanya beru ia percaya.
    Cinta menelusuri lorong yg berada disekolahnya. Tiba-tiba, ia merasakan kesakitan pada jantungnya. Lalu, seketika ia pingsan. Rina yg melihat kejadian itu, lalu berteriak memanggil teman-temanya untuk membawa Cinta ke UKS. Sesampai di UKS, petugas UKS lalu menyuruh Cinta untuk ke rumah sakit memeriksa keadaanya. Tiba dirumah sakit, Rina menelvon bu Melli untuk menyusul kesana. Tiba disana, dokter yg memeriksa cinta mengatakan bahwa umur Cinta sudah tidak lama lagi karena ia mengidam penyakit jantung. Rina dan Adi sangat kaget mendengarnya. Lalu Bu Meli menjelaskan semuanya.
    Cinta ingin disaat-saat terakhir Cinta, Angga slalu berada disampingnya. Adi menelvon dan menyuruh Angga kerumah sakit. Angga datang dengan membawa satu bucket bunga mawar untuk Cinta.
    “Angga, meski kamu bukan milik aku lagi, kamu tetap menjadi yg terakhir buat aku. Namamu, akan slalu ada disini, dihatiku. Kamu cinta pertama dan cintak terakhirku. Berkat kamu, aku mengetahui arti cinta yg sesungguhnya. Disaat detik-detik terakhirku, aku mau minta sesuatu dari kamu. Simpan namaku dihatimu. Oh iya, kamu harus bisa menyayangi Riska seperti menyayangiku dulu. Lindungi dia, seperti kamu melindungiku dulu. Aku titip Riska ke kamu. Kamu selalu menjadi penyemangatku. Aku mau, kamu nyayiin lagu yg pertama kali saat kita bertemu. Aku kangen masa-masa itu, Angga.”
    Angga terdiam, meneteskan airmatanya. Ia tidak bisa berkata apa-apa pada Cinta.
    Dapatkah selamanya kita bersama
    Menyatukan perasaan kau dan aku
    Semoga cinta kita kekal abadi
    Sesampainya akhir nanti, selamanyaaaaa….
    “I love you till I die, Angga Saputra”
    Cintapun menutup matanya untuk selama-lamanya. Angga memeluktubuh Cinta sambil menangis dan berkata “I love you too Cinta Permata”
    Kini tidak ada lagi tawa dan senyum dari seorang Cinta Permata. Bu Meli, Rina dan Adi pun menangis. Mereka berharap, agar Cinta tenang di alam sana.

Oleh : Chintya

Puisi : Cinta Dusta

Cinta…
Mengapa semua harus terjadi ?
Mengapa disaat terang dunia
Kalbuku kau berlalu
Kau tinggalkan
Sepenggal dusta dalam rasa
            Cinta…
            Aku hanya mampu memeluk rasa
            Memeluk mimpi senja yang kelabu
            Meniti harapan fajar kelam

Oleh : Dekna

Puisi : Sakit

Sakit
Ketika cinta berbicara
Hanya hati yang merasakannya
Hanya hati yang dapat menerta
Apa yang telah cinta katakana
    Namun hati ini tergores
    Ketika mendengar perkataan bahwa cinta ini
    Rapuh dan bisu
    Karena sudah memiliki cinta yang lain
Hati ini lebih teriris
Ketika melihat cintanya
Terjamah yang lain

Oleh : Dekna

Cerpen : Di Balik Fajar

Aku kembali memimpikan sosok Dion yang sangat-sangat aku rindukan. Aku bermimpi dia menemuiku seperti biasa, berpakaian serba putih lalu menyambutku hangat. “Hai…”, sapanya ramah sambil duduk di bangku taman itu. Matanya tampak sayu, hanya ada seulas senyum yang menemani kesendiriannya. Aku kembali mengerjap-ngerjapkan mataku, seolah tak percaya dengan apa yang aku lihat. Dion menghampiriku dan menyapaku? Pikiran itu membuatku pusing. Ku putuskan untuk duduk di dekatnya, namun ku berusaha memeluknya, tapi tak kurasakan pelukan hangat kulit putihnya. Tanganku hanya kaku menembus tubuh yang membeku itu. “A-aku ka-kangen ka-kamu”, kataku sedikit terbata seperti anak kecil yang baru belajar berbicara. Tapi Dion tak membalas sautan kecilku, dia hanya diam membisu sambil tersenyum. Kembali aku temukan senyum sayu yang membuatku mati beku. “Kamu pasti bakal menemukan penggantiku. Dan sungguh kamu tak akan percaya kamu seperti menemukan jiwaku disana”, kata Dion lemah sembari pergi melangkah tanpa arah. Saat itu kurasakan sinar hangat dan tak ku lihat kini sosok yang sejak tadi duduk di bangku taman itu.

Aku tak mengerti maksud mimpiku semalam itu. Mama kelihatan sibuk dengan sarapan yang dilahapnya, begitu pula Kevin, tak kulihat sosok yang selalu usil terhadapku itu. Kini semua telah berubah. Semenjak kepergian Dion yang membuatku seakan lemas dan tak karuan, kini keluargaku sudah kembali seperti dulu lagi. Tak ada Mama yang dulu asyik dengan kesibukannya sendiri, kini malah meluangkan waktunya untuk menemaniku kini. Dan Kevin, adik kecilku sudah ikutan berubah, padahal aku rindu dengan kejahilannya, namun tak kutemukan kejahilannya yang membuatku naik darah. “Makan dulu sarapannya”, kata Papa lembut. Begitu juga dalam sosok papa yang selalu sibuk, kini tak ada lagi kesibukan di raut wajah papaku tadi. Namun yang ada hanyalah senyum yang aku yakin dan membuatku aneh, Nampak keanehan diantara semuanya, ku tatap sekelilingku dan benar dugaanku. Mungkin semua berubah demi aku, gumamku.
Bip…bip…
Handphoneku berbunyi tepat setelah aku menyantap sarapan yang diberikan Mama dengan buas.
Aku udah di depan rumahmu. Cepetan keluar. Pegel nih nungguin kamu dari tadi. Bian.
Ngapain Bian sms aku dan menjemputku segala? Ku rasa ada yang aneh dengan sikap Bian kini. Aku segera menyambar dan menyampir tasku di pundak. Tak lupa aku berpamitan dengan kedua orangtuaku. Semua hanya tersenyum jahil melihat tingkah anehku.

Oleh : Dekna

Cerpen : Persahabatan Penting Untuk Hidup

Harapan bagi Bayu selalu muncul tiba-tiba. Walau ia malas dan nakal, tapi berkat interaksi sosialnya membuat ia memiliki banyak teman untuk membantu kegiatannya. Tak hanya membantu Bayu, teman-temannya juga sangat memerlukan bantuan darinya. Pada jam istirahat sekolah, ia menghampiri salah satu sahabat baiknya ke ruang kelasnya dan terjadilah sebuah obrolan.
    “ Wis, tolongin aku! ”Memanggil temannya bernama Wisudha. “ Wuih santai dong, jangan nafsuan. Emangnya mau minta tolong buat apa? ”sahutnya. “ Gini wis , aku suka sama salah satu teman sekelasmu, terus aku dari pertama liat sudah naksir banget sama dia. “balas Bayu. Wisudha pun diam termenung untuk beberapa saat memikirkan perkataan Bayu sambil mengingat nama teman-teman sekelasnya. “ Ha? Kamu suka sama temenku? Siapa emangnya? “seru Wisudha. “Iya wis, itu lho temanmu si Tari. “jawab Bayu dengan wajah memerah. “Oh, si Komeng toh. Yakin sama dia? Kalau yakin samperin dia sekarang, terus ajakin ngobrol-ngobrol panjang. Hahaha. “balasnya sambil menggoda Bayu. Bayu yang mulai salah tingkah dan memalingkan pandangannya karena gadis yang ia sukai lewat tepat disampingnya dan berkata “ Jangan sekarang dong. Masih gagap sama malu tatapan muka sama dia. “. Kemuadian Wisudha tertawa dan menepuk pundak Bayu dan berkata “ Ya deh, terus kamu maunya kapan? Kalau diem terus kayak gini, gimana mau deket sama Tari. “Tanya Wisudha sambil tersenyum lebar melihat Bayu yang salah tingkah dengan wajah merah. “ Aku sendiri juga belum tau wis, soalnya masih malu-malu kucing. “jawab Bayu dengan wajah lemas. Suasana menjadi hening sejenak memikirkan cara terbaik dan waktu yang tepat bagi Bayu untuk menyatakan cintanya kepada Tari. Tak lama kemuadian tercetuslah sebuah ide yang bisa dibilang brilliant. “ Gini yu, kan sebentar lagi Valentine. Gimana kalau kamu nembak si Tari pas Valentine aja? Kan so sweet banget jadinya. “ujar Wisudha. “ Wah, bagus juga ide kamu wis. Tapi gimana caranya ngajakin dia biar mau pergi sama aku? terus aku musti kayak gimana dong? “seru Bayu dengan bingung.
    Datang tak diundang, tiba-tiba temannya menyelonong bicara “ Eit, lagi ngobrol apa kalian berdua? “kata temannya bernama Julian sambil menepuk punggung mereka. “ Bikin kaget aja kamu jul, masih ada urusan penting juga. “jawab Wisudha dan Bayu serentak. Julian yang bermaksud mengubah suasana menjadi santai malah merubah suasana menjadi tegang. Lalu ia berkata dengan penasaran “ Cerita-cerita dong, kita kan friend. “. Wisudha dan Bayu pun mulai menceritakan masalah mereka dan Julian menemukan solusi untuk masalah mereka. “ Masalahnya itu aja? gampang, aku yang ngurusin semuanya sama Wisudha. Kamu santai aja bay, siapin kata-katamu buat si Tari. “jawabnya. “ Yakin nih? kalau yakin aku siapin hadiah spesial buat si Tari “seru Bayu dengan semangat. Julian dan Wisudha mengangguk. “ Asik, makasi ya guys, kalian yang terbaik. “ujar Bayu sambil meninggalkan mereka.
    Hari yang dinantikan pun tiba. Persiapan telah selesai dikerjakan oleh Wisudha dan Julian, sementara Bayu sudah berhasil mengajak Tari untuk pergi berdua ke tempat yang telah disiapkan Wisudha dan Julian. “ Sukses ngajak Tari “kata Bayu. “ Oke, nanti malam kita tunggu langsung disana “jawab Julian dan Wisudha bersamaan. Malam telah tiba, Bayu menjemput Tari ke rumahnya dan langsung pergi ke tempat spesial untuknya. Sesampainya disana Bayu mengambil sebuah bouquet bunga dan berkata “ Tari, Maukah kamu jadi pacarku? “. Tari pun terkejut melihat Bayu. Lalu ia tersenyum malu dan berkata “ Iya, dengan senang hati aku mau. “. Malam pun dilewati dengan sempurna untuk mereka berdua. Wisudha dan Julian pun ikut senang atas kegembiraan yang didapat sahabatnya. Bayu pun berkata pada mereka “ Hidup tak bisa dijalani hanya dengan kepintaran yang dimiliki, tapi hidup dapat dijalani jika kita memupuk rasa pertemanan dan persahabatan dengan baik pada sesama kita. Thanks a lot Wisudha dan Julian. “. Akhirnya persahabatan mereka pun makin terjalin dengan baik dan tak terpisahkan, karena interaksi membuat mereka banyak teman lalu perlahan-lahan menjadi sahabat sejati


Oleh : Dekna