Madyapadma35

Selasa, 22 Mei 2012

DILEMA, ANTARA KAU DAN DIA

           Senin pagi ini cerah sekali. Walaupun seperti itu aku tetap bersiap ke sekolah dengan malasnya. “Ulangan, aduh.. ckckck” keluhku. Seperti biasanya aku berangkat ke sekolah pada pukul 06.45, tepatnya lima belas menit sebelum bel sekolah berbunyi. Yah, begitulah jiwaku, masih ku anggap sebagai jiwa para murid. Setelah sampai di sekolah, berat langkahku menuju kelas. Lalu kulihat teman – temanku membawa sapu, tersadar aku akan sesuatu. “Oh iya, aku piket hari ini!” sambil menyerngit aku mengambil sapu dan membersihkan depan pintu kelas. Deny bertanya “Dhina, sapu yang disebelah sana. Yang bersih ya”. Cuma mendengar itu saja aku sangat kesal, tapi ya sudahlah. Aku juga salah datang kesiangan. Tak lama kemudian, sosok laki – laki menghampiri kelas. Entah mengapa walau tak asing bagiku, tapi inilah yang masih tak bisa ku pahami. Jantungku berdetak cepat, tingkahku menjadi rancu tak karuan. Seperti melihat sesuatu yang indah. Membuat aku refleks tersenyum menyambut pagi laki- laki itu. Tapi lucunya aku, tetap jaim agar terlihat biasa saja. “Selamat pagi Dhina, bagaimana khabarmu? Udah mendingan kan?” tanya laki – laki itu, membuatku tersenyum. “oh pagi, udah mendingan kok, hehe” jawabku. Yoga, itulah dia. Temanku yang baik, perhatian. Tenang, di dekatnya. Entah itu suka, duka, tangis, canda, dan tawaku. Awalnya aku sempat sedih, tak bisakah aku memilikinya lebih dari itu? Selalu merasa iri jika ia dekati orang lain. Tapi haruskah aku seperti itu? Aku bukanlah siapa – siapa untuknya. Aku adalah Dhina, temannya. Teman yang menyukainya, mengaguminya, dan mempercayainya. Didepannya biasa, tapi di belakangnya selalu ku rindukan. Tapi itulah yang pasti akan dilakukan oleh segelintir anak remaja sok tahu sepertiku yang mencoba menganalisa perasaan semacam itu.

Setelah bel pulang sekolah, aku, mengajak Dewi, Laras, dan Linda pulang. Tapi karena tugas ekstra Linda dan Laras tak jadi bersama kami. Aku akhirnya pulang bersama Dewi. turun dari tangga sekolah, terlihat Reza menunggu temannya. Reza, cowok yang ku suka, dekat saat dia putus dengan Karista dan membantunya melupakan masa lalunya itu. Jika diingat lagi membuatku merasa bersalah dengan kedua orang itu. Awalnya aku kasihan melihatnya, aku bantu dengan segala caraku. Tapi malah aku yang pernah musuhan dengan Karista hanya karena mereka baikan lagi. Naifnya aku. Setelah menyapanya, awalnya aku kira dia menunggu orang lain. Ternyata dia mengajakku pulang. Akhirnya aku setuju. “bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanyaku. “boleh, kenapa?” jawabnya. “siapa sekarang cewek yang kamu deketin? Kata teman – teman kamu udah punya pacar, siapa?” tanyaku penasaran. “oh, gak ada.” “Dinginnya”, gumamku. “oh iya, ada tugas apa besok?”. “ tugas membuat paper, gimana kelompok kita nih?” ucapku. “gak tahu, coba tanya teman lain”. Kesalnya, tapi aku tersenyum saja. Dingin, pemalu, walau baik dan rajin juga, entah mengapa aku tak dapatkan lebih dari Yoga. Tapi setiap hari mataku selalu saja tertuju pada orang ini. Inilah yang buatku dilema, seperti yang dikatakan kakak sepupuku setiap kali berpendapat ketika aku curhat sebelum tidur.
Dilema itu menjadi sangat dalam ketika saat seseorang mengatakan sesuatu padaku. Saat itu, di Perpustakaan, aku bersama Reza dan teman – teman lain sedang ingin mengerjakan tugas. Tak lama kemudian, mereka mengajakku dan Reza bermain Bingo. Sungguh masa kecil kurang bahagia, ditambah lagi aku tak tahu gimana cara mainnya. Tapi aku tetap mencobanya. Di tengah – tengah permainan itu, aku tidak sengaja menulis kata I Love You di secarik kertas lainnya dan terbang begitu saja tepat dibawah kursi tempat duduk Reza. Awalnya, aku tak menyadari dan fokus pada permainan. Tapi setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku mendapatkan kertas itu dengan tulisan yang asing bagiku. “ I Love You, and i want you too”. Aku tercengang. “Siapa ini? Kenapa dia nambahin kata – kata kayak gini di kertasku”, tanyaku pada Dewi.”Ciah, Dhina.. jangan – jangan Reza lagi.” Setelah lama kuselidiki, aku merasa yakin juga kalau itu adalah ulah Reza. Dari kertas itu jatuh di kursinya saja sudah terbukti kalau yang membuatnya dia. Sekelompok dan duduk di dekat laboratorium setelah kejadian itu saja aku mulai curiga dengan sikapnya yang makin hari makin menjadi pemalu, bukannya dingin. Akhirnya aku juga cerita ke Yoga. “Yoga, aku bingung harus gimana menghadapi seseorang yang malu menyatakan cintanya ke aku.” Anehnya dengan ekspresi ogahnya Yoga menjawab “ siapa itu?”. Aku menjawab “kayaknya sih feelingku bilang si Reza, tapi masa sih cowok dingin kayak gitu bisa suka ma cewek jelek kayak aku.” “kamu itu gak jelek Dhin, kamu tu cantik kok. Mungkin dia malu kali, tapi dia baik dan perhatian, rajin lagi. Jauh berbeda denganku.” “iya sih” keluhku tak ikhlas. Aku menyadari kata – kata yang Yoga bilang, jauh berbeda. Entah kenapa walau aku mengharap itu Reza, hatiku tetap kecewa seakan memilih Yoga, temanku itu. Kata – kata “jauh berbeda denganku” itu selalu ku dengar berulang kali ketika aku bercerita tentang seseorang padanya. Itulah hal yang aku kesali dari Yoga.
Suatu siang yang cerah pada valentine saat pulang sekolah. Coklat yang aku siapkan awalnya untuk Reza, tapi malah bukan untuknya. Saat itu, aku terkejut atas pengakuan seseorang terhadap kertas yang terbalas saat ku tebak itu dari Reza. Ternyata, itu ulah Yoga. Yoga menyadari akan hubungan pertemanan yang kita jalani hingga saat ini membuatnya mundur, karena aku mendekatinya bukan sebagai pemegang perasaan yang lebih dari sekedar pertemanan, tetapi sebagai teman baik. “kau tahu, aku sama sepertimu. Aku berusaha menguburnya dalam – dalam. Kini, aku memang harusnya memilih orang lain, yaitu Reza namun bukan sebagai pelampiasan. Maafkan aku, kawan. Rasa sayangku takkan pernah hilang walau hanya sebagai teman. Aku percaya padamu.” “Reza menyukaimu, jadi cari dia. Jangan menyerah. Aku bisa membantumu”. Kata – katanya benar, aku memanglah menyukai Reza. Mungkin aku hanya goyah dan tak bisa memilah antara seorang teman dan seseorang yang ku suka. Kini, aku tambah semangat sekolah dan semangat belajar karena mereka. Teman dan orang yang aku suka. Yoga dan Reza. Berusaha menjalaninya, karena aku yakin walau dilema diantara mereka, aku tetap merasakan ini selalu. Tenang...

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar