Madyapadma35

Selasa, 22 Mei 2012

yang pertama, yang tak terlupakan

“Aku takut, kabut ini suatu saat akan membawamu pergi jauh dariku”

“Kenapa kau berkata seperti itu sayang?  Tenang saja aku akan selalu ada di sisimu”
Ya, kata-kata itu yang selalu menghiasi bunga tidurku. Sudah 2 tahun itu menjadi suatu kebiasaan di kehidupanku.  Mengalir tiada ujungnya, mungkin sampai kematian menghampiriku. Sampai-sampai semua ingatanku meledak kembali dan seakan aku sedang melakukan semua aktifitas yang pernah ku lakukan sebelumnya.
Hari itu Jumat yang cerah pada September 2008. Pertama kali aku berjumpa Mike atau Michael kekasih tragisku itu. Dia datang ke sekolahku, untuk menjemput sepupunya yang kebetulan kakak kelasku. “Dik, kelas berapa? Kelas 3 nya sudah pulang belum?”, tanya Mike dengan senyumnya yang sangat manis. “Oh kelas 1 kak, mungkin lagi kerja kelompok, setau saya kelas 2 udah pada pulang”, jawabku. “Thanks ya, namanya siapa dik?”, “Chatty”, sautku dengan raut wajah yang memerah. “Nama yang bagus, aku Michael panggil Mike saja boleh kok.”, tungkasnya. Perkenalan yang singkat, dia pun pamitan pulang karena sepupunya sudah datang menghampirinya. Dan aku membalasnya dengan lambaian tangan dan senyuman.
Pertemuan yang kedua, kiranya itu hari sekolah terakhir di bulan September juga. Dia tersenyum ke arahku, dan duduk menemaniku. “Hai cantik, apa kabar?”, “Hai juga, mike. Kabarku yah gini seperti yang kamu lihat sekarang, aku baik kok”. Yah lumayanlah sekedar basa basi sambil menunggu jemputan ayah. Tapi hari itu dia kelihatan lebih berani dan tak malu meminta emailku. Setelah itu kita saling mengirim email, dia menanyakan segala sesuatu tentangku, mulai dari tanggal lahirku sampai apa hal yang paling aku sukai. Itulah masa penjajakan yang ku jalani sekitar 3 bulan lamanya.
Dan akhirnya hari yang aku tunggu-tunggu tiba. Saat liburan semester, Desember 2008 dia memberanikan diri berkunjung ke rumahku, katanya sih sekedar ingin mengenal keluargaku. Dia datang ke rumah membawa sedikit bingkisan untuk mama. Sampai dirumah, dia aku kenalkan pada semua orang yang ada dirumah. Sekitar 2 jam lamanya dia mengobrol dengan aku, ayah dan ibuku. Karena alasan akan kuliah, dia meminta ijin pulang kepada orangtuaku.
Betapa kagetnya aku, dia menyatakan cintanya tepat disaat aku menghantarnya ke depan rumah tempat mobilnya diparkir. Dengan serangkai bunga mawar putih, dia melakukan hal nekat itu di jalan depan rumahku yang saat itu sedang hiruk pikuk lalu lintasnya. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menjawab, “Ya, mike. Aku mau membawamu ke dalam hidupku.” Mendengar kata-kataku itu Mikespontan saja memelukku dengan erat seakan-akan tak pernah ingin meninggalkanku sendiri.
Mulai saat itu, hari-hariku diikuti dengan kebahagiaan karena dia. Kita sering bertemu kapanpun disaat kerinduan yang amat sangat menusuk jiwa. Dia adalah sesosok lelaki yang slalu mengganggap wanita terutama aku, seseorang yang harus dihormatinya seperti dia menghormati ibunya. Sedikitpun dia tidak pernah membuat aku kecewa, bahkan menangis pun tak pernah ku rasakan saat menjalin kasih dengannya. Dia hanya melindungi, menghormati dan mencintaiku. Mungkin pada saat itu dia sudah menganggapku sebagai istrinya. Hal itu kujalani dengannya sampai ±14 bulan, namun itu semua berakhir dengan kecelakaan tragis yang merenggutnya.
Dan hari yang slalu ku takutkan itu datang, bulan Februari, sehari sebelum hari kasih sayang (Valentine Day), hari itu diluar sedang hujan deras. Aku bertengkar dengan mike karena alasan yang sangat konyol, hanya karena postingan mantan kekasihnya di akun friendster milik mike. Entah kenapa, kekonyolan itu menjurus ke dalam sebuah pertengkaran yang tidak pernah ku alami sebelumnya dalam hubungan kita. Karena sedang emosi, aku mematikan handphoneku. Dia telepon ke rumah tapi aku tetap tidak mau menjawabnya. Mungkin karena ingin memastikan kalau aku baik-baik saja, mike datang ke rumahku walaupun pada saat itu dia sedang sakit dan seingatku mobilnya dalam keadaan rusak.
Pada saat itu, aku langsung panik dan perasaanku mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Benar saja, setelah 30 menit aku menunggu, dia tak kunjung datang juga. Padahal rumahnya masih di seputaran Denpasar. Aku menelepon ke rumah Mike, mamanya juga memiliki perasaan yang sama sepertiku. Tanpa pikir panjang, aku bersama mama, berinisiatif menyusuri jalan dari arah rumahku sampai rumah Mike di daerah Gatsu.
Sampailah, aku di sebuah perempatan jalan yang saat itu ada kerumunan orang, sepertinya ada kecelakaan bisikku dalam hati, aku meminta mama mendekat kesana agar aku bisa melihat apa yang sebetulnya terjadi. Begitu syok dan hampir pingsan rasanya, setelah melihat mobil mungil berwarna hitam. Ya, itu mobil kesayangan mike. Tidak ku hiraukan derasnya hujan, aku memaksakan diri keluar untuk melihat keadaan mike. Mike, kekasih tercintaku, mengalami kecelakaan parah dengan sebuah truk bermuatan pasir. Dengan keadaan lemas sambil menitikkan air mata, aku memeluk Mike di pangkuanku. Aku mencoba untuk menyadarkan dia. Ambulance yang ditelepon warga sekitar datang. Dengan segera aku mengangkat Mike, anehnya mengapa tubuh Mike begitu ringan pada saat itu, didalam Ambulance aku terus memohon, berdoa kepada Tuhan agar Mike selamat.
Sirine Ambulance begitu keras berbunyi, menembus kemacetan dan banjir yang ada di Denpasar, di tengah hujan deras kala itu.
          Namun, takdir berkata lain. Di perjalan Mike menghembuskan nafas terakhirnya. Aku membisikkan mantram gayatri di telinganya, perawat tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sambil menangis, aku memeluk tubuh Mike yang sudah kaku terdiam tidak bernyawa. Aku masih tidak menyangka dia akan meninggalkanku begitu cepatnya. Mama hanya tersenyum, mencoba menghiburku.
          Singkat cerita, Mike adalah seorang blesteran Indonesia-Swiss. Karena permintaan Ibunya, jenasah Mike dikebumikan di kota kelahirannya Zurich, Swiss. Keputusan itu sangat ku sayangkan, aku tidak dapat mengikuti proses pemakamannya. Aku menyesal, merasa bersalah. Andai aku bisa mengulang waktu takkan melakukan hal konyol itu. Andai Mike dimakamkan disini, mungkin setiap minggu aku akan membawakan bunga mawar putih untuk menghiasi kuburnya dan mendoakan agar dia mendapatkan tempat terbaik disisiNya.
Anehnya, berhari-hari aku menulis cerpen ini, dini harinya sekitar pukul 00.30 aku merasa Mike sedang berada di sisiku, bulu kudukku merinding tiba-tiba dan membuatku terbangun. Bukan hanya itu saja, setiap aku menangis mengingat dia dan menginginkan dia datang di sini, pasti dia hadir di alam mimpiku. Namun, berkat kejadian tragis yang menimpaku, aku tersadar bahwa “sebuah permasalahan dapat diselesaikan secara baik-baik, bukan dengan emosi yang mengakibatkan kesalahan yang sangat fatal”.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar