Madyapadma35

Selasa, 22 Mei 2012

Radit dan Ratih

A
ku melangkah gontai menuju kelas yang aku tak tahu dimana. Hari pertama di sekolah baruku membuatku tersiksa. Baju besar, rok panjang, rambut dijalin, dan sekolah pagi-pagi buta pun harus aku jalani. Sungguh sangat menyiksaku. Selain itu, atmosfer yang berbeda membuatku sedikit tertekan. Belum lagi MOS yang beberapa hari lalu aku jalani, membuatku tersiksa. Teriakan PanMOS masih terngiang ditelingaku dan membuat aku risih.
Tidak ada yang aku kenal, tidak ada yang bisa ku ajak bicara. Aku bingung harus bagaimana, aku bingung harus berbicara dengan siapa. Aku hanya mengenal beberapa pasang mata saja, orang-orang yang dulunya aku ajak bersekolah di sekolah yang sama.
Hari demi hari berlalu hingga akhirnya aku mengenal bagaimana dan apa yang seharusnya aku lakukan di sekolah baruku. Kepada siapa aku harus sopan, kepada siapa aku harus membangkang, dan kepada siapa aku harus menyapa di setiap aku bertemu sepasang mata.
Peraturan yang terikat dan mengikat siapa saja yang bersekolah di sini. Ku jalani hari-hariku yang ku anggap angin lalu. Hingga akhirnya aku tidak tersiksa lagi dengan baju besar yang membelitku, rok panjang yang selalu robek ‘saking kabet’nya, dan ku biarkan rambut indahku keriting begitu saja karena setiap hari aku harus menjalin rambutku, dan bila tidak, nyawaku akan terancam dari serigala-serigala yang akan menghancurkanku hingga remuk. Siapa peduli? Ngga ada seorangpun yang akan peduli. Dan biarkan saja, yang penting aku mematuhi peraturan di sekolah ini. “Aku Cuma adik kelas yang ngga tau apa-apa” pikirku.
***
Hari itu, aku tak menyangka Radit diangkat sebagai ORGANISASI DI SEKOLAH. Aku terkesima melihat pesona yang terpancar dari wajahnya. Dan aku tidak tahu mengapa dia bisa menjadi ORGANISASI DI SEKOLAH, padahal cowok yang terkenal pendiam dan polos tersebut, menurutku tak pantas untuk menjadi “serigala” seperti itu. “Ganteng” gumamku. Aku terus menatap seseorang yang kini berada tepat didepanku. Berbaris pada barisan depan kini membuatku merasa nyaman.

Aku menyukai Radit sudah sejak lama, bukan pada saat pertama kali bertemu di SMA, tetapi pertama kali bertemu saat aku melihatnya melintas begitu saja dihadapanku, saat aku masuk SMP tentunya.
Sudah empat tahun aku memendam perasaan ini, tak pernah aku sedikitpun mengungkapkan pada semua orang, dan pada Radit tentunya. Ku simpan perasaan ini rapat-rapat, yang tahu hanya diriku dan Tuhan saja. Namun, kurasakan Radit menangkap sinyal-sinyal yang aku berikan untuknya. Mungkin ini perasaanku saja. Ngga mungkin Radit juga suka sama aku. Mungkin aku yang ke-geer-an, pikirku.
***
Aku menatap akun Facebook itu gamang. Aku tak tahu bagaimana hingga akhirnya aku menitikan air mata di depan meja kecil di kamarku. Laptopku hanya diam bergeming dan tak  tahu harus berkata apa. Aku bingung, sangat-sangat bingung. Kulihat status Radit, berpacaran dengan Vania Adinda. Hatiku remuk seketika itu, kuputuskan untuk tidak menyukainya untuk detik ini dan seterusnya.

Aku menjalani hari-hariku seperti biasa dan tak bermakna, memaksa untuk melangkah dan menapaki hari-hariku yang kelam. Beberapa bulan berselang, Radit menghampiriku dan tidak membawa “antek-antek” yang selalu menemaninya. Aku terheran-heran. Bingung, dia menghampiriku dan mencekik tanganku. Cekikan itu membuat tanganku terasa sangatlah sakit, dan terasa mati rasa seketika itu. Sekolah begitu sepi, maklum senja sudah menyapaku. Untunglah, hari ini ada beberapa hal yang harus ku kerjakan dan memaksaku untuk tetap tinggal.
Terpaksa aku mengikuti langkah cepat Radit. Hingga akhirnya langkah itu berhenti pada suatu tempat. Di sudut kelas, aku duduk sambil menunduk. Entah apa yang akan aku alami, sungguh aku tak peduli.
“Nama kamu Ratih kan?,” tanyanya lembut. Aku tak percaya, Radit yang selama ini aku juluki salah satu ‘serigala’ itu ternyata berhati hello kitty. “Iya,” jawabku masih terus menunduk.
“Jangan terus nunduk seperti itu dong, biasain aja sama aku,” katanya lagi. Aku tak kuasa melihatnya. Dan perasaan yang lama itu muncul lagi. Dan masih sama seperti yang dulu.
***
Setelah pertemuan itu, Radit terus saja menghubungiku. Dan seperti biasa, saat aku sampai sore di sekolah, dia kembali mencegatku. Tak jarang dia mengantarkanku pulang. Dan kami berpisah di ujung gang sekolah.
Ternyata eh ternyata, Radit suka padaku. Itu terlihat saat dia ingin bertemu denganku sore itu. “Hai..” sapanya ramah. Aku hanya tersenyum malu. “Kenapa Kakak nyuruh adik kesini?,” tanyaku akhirnya saat aku merasakan suasana yang tak biasa. Hmm… gumamnya. Aku hanya krik.krik melihat tingkah anehnya.
Radit menghampiriku. Kurasakan tubuhnya kini menghimpitku. Aku tak bisa berbuat apa. Aku hanya diam dan melihat apa yang akan dilakukan Radit padaku. Aku ingin menonjoknya bila dia akan berbuat tidak senonoh padaku. “Ratih, kamu tahu ngga?,” tanyanya yang aku sahut dengan gelengan ringan.
“Aku suka sama kamu, udah dari dulu,” kata Radit akhirnya, setelah itu ia hanya bisa diam mematung. “Terus Kak Vania kemana?,” tanyaku akhirnya dengan tampang terheran-heran.
“Aku sudah lama putus sama dia. Jujur, aku ngga nyaman pacaran sama Vania. Dan ketika melihatmu waktu itu, aku kembali teringat kenangan pertama saat melihatmu. Sedang tertawa bersama teman-temanmu di taman dahulu. Saat melihatmu aku seakan merasakan kamu itu begitu istimewa. Dan saat kamu mencoba melirikku, aku tersenyum. Walaupun kamu tak melihat senyuman itu. Kamu sangatlah istimewa. Aku tak pernah jatuh cinta sama siapapun, termasuk pacarku terdahulu, kecuali sama kamu..”
            “Aku tahu itu,” potongku akhirnya. Aku kini gelisah.
            “Kamu mau ngga jadi pacar aku?,” tembaknya tiba-tiba. Aku hanya bisa mengangguk dan Radit memelukku. Erat sekali.
***
            Radit selalu tersenyum saat melihatku. Aku merasakan serigala-serigala itu kini memusuhiku. Aku tak mengerti apa salahku. Hingga akhirnya aku mengetahui sesuatu hal yang membuat aku resah, dari Radit tentunya.
            “Maaf ya. Atas perlakuan teman-temanku selama ini. Aku ngga tahu harus bilang apa. Mereka tahu kalau kita sudah pacaran. Aku juga ngga tahu mereka tahunya darimana. Dan aku Cuma ingin bilang sama kamu, kalau besok kamu harus berhadapan langsung dengan teman-temanku. Aku akan berusaha keras untuk membelamu. Tapi aku ngga yakin mereka akan mengerti dengan perasaanku padamu,” celotehnya yang membuatku kini menangis dipelukannya.

            Kini tiba saatnya aku untuk dieksekusi. Oleh serigala-serigala yang lapar. Dan mangsanya itu aku tentunya. Aku sudah siap fisik maupun mental. Menantang tatapan buas yang siap menerkamku. Dan ku lihat Vania juga ikut. Radit dimana? Pikirku.
            Aku disuruh menutup mata. “Puas loe udah ngambil pacar gue? Puas loe udah bikin perasaan gue hancur? Udah ngerasa hebat loe?,” teriak seseorang yang aku yakini itu Vania.
            “Udah ngerasa hebat kamu putri? Pacaran sama ORGANISASI DI SEKOLAH. Udah ngerasa hebat kamu?,” pertanyaan itu bertubi-tubi menyerangku.
            Aku hanya bisa diam. Dan tidak bisa berkata apa-apa. Aku diam, ingin mencari pertolongan. Namun disaat genting seperti ini, siapa yang akan menolongku? Aku hanya diam. Terus diam. Aku tak tahu apa yang dikatakan oleh serigala-serigala itu. Aku hanya menganggap mereka angin lalu.
            “Kalian semua ngga usah nyalahin dia, aku yang salah. Aku yang salah. Kenapa aku harus jatuh cinta dengan orang seperti dia? Kalian semua tahu kan cinta itu datang kapan dan dimana saja. Cinta itu ngga memihak, entah Aku harus jatuh cinta sama adik kelas, teman, ataupun siapa saja. Mungkin kalian menganggap dia yang salah. Asal kalian semua tahu, aku disini yang salah. Mencintai seseorang yang sepantasnya aku tindas. Tapi apa kalian menganggap dia ini lemah? Seseorang yang pantas untuk kalian tindas?,” kata Radit hingga membuat serigala-serigala itu diam. Dan meninggalkan kelas ini.
            Aku hanya bisa menangis di pelukan Radit. Dan kurasakan hangat tubuhnya yang membuat aku kembali tegar.
            “Aku janji. Aku akan melindungimu dari mereka, ngga akan pernah membuatmu seperti ini lagi. Kamu itu kuat. Jangan tunjukin kalau kamu lemah dihadapan mereka, kamu bukan orang yang pantas untuk ditindak. Dan katakana pada teman-temanmu, kalau kamu bukan mata-mata ORGANISASI DI SEKOLAH” kata Radit tersenyum sembari mencium keningku hangat.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar