Madyapadma35

Selasa, 22 Mei 2012

Kuingin Kau Tau

R
asa sayangku padamu. Tanpa syarat. Tanpa ibarat. Hanya mengikat....
Aku melihatnya dalam mimpi, mengeja keberadaannya dalam imajinasi, lalu mengabadikannya dalam hati. Memandang diriku sendiri, aku melihat sebuah kesedihan. Kesedihan yang teramat dalam. Dalam sekali kamu tusukkan beribu – ribu rasa penat, takut, sesal, juga benci. Benci yang menjadikan kamu hanya sebagai kekasih imajiner, kamu hanya kamu, dan selalu kamu, tanpa suatu kebisingan. Haha, “aku menderita karena menggilainya” jeritku sendiri, pecahkan sepi namun dalam hati. BENAR – BENAR MENGGILAINYA. Hari ini sekelam dan sangat kelabu seperti hati ini. Entah kenapa , semenjak pagi dia ngirim BBM hanya berkata “Ia!” dengan tanda seru itu, yang tidak seperti biasanya, kata “Ia!” itu dijawab untuk BBM”ku semalam, yang menanyakan sedang apa dia” L sedih rasanya. “hhaa, naif  kalo aku bohong, tapi nyatanya, aku nggak ngerti sama sikapnya. Entahlah inikah yang bisa disebut “labil” atau adakah sesuatu terjadi padanya? “pertanyaan itu menggeliat terus menerus dihatiku” sampai tiba di kampus. Duduk di perpustakaan, yang biasanya ditemani “Wira.” Namun kini aku hanya ditemani bangku – bangku senyap itu, hingga suara tendangan yang gubrak menyadarkanku dari ilusi tadi “Astagaa, nak pelan – pelan ingat ini perpustakaan, seru Ibu Penjaga Perpus yang gendut, sangar, penjaga abadi PERPUS kampus kami. “maaf – maaf bu, terdengar suara berat yang familiar itu, yaap itu “Agung”. Dia adalah salah satu temen gokilku, hahahaa. Kocak , di emang langganan buat dimarahin di perpustakaan, gara – gara ulahnya yang selalu dan selalu membuat gaduh. Tapi, dibalik itu semua, dia orang yang pintar, dia juga bisa buat aku ketawa dengan cerita bodoh dan galaunya. Hey Gitaaaa si cewe kece, apa kabar? Bagaimana rasa kopimu hari ini? “katanyaa gaduh” “Goshh, uuhh. Diem gung, kamu tu. Ributt! “kataku gemas.” Maklum saja agung yang gaduh penyuka raditya dika dan suka banget kepo masalah tweetsnya, jadi dia mengidentifikasi setiap kata dan kekocakannya. “Ahahaha, nah aku tau nih yag lagi bete, kamu tu yaa, ngambil – ngambil jatah galau aku” “gelitik Agung, sembari duduk didepan mataku.” Apaan sih , Gung! Aku bilang diem , ya diem ! “bentakku , entah kenapa semenjak pagi tadi, labilku mulai kambuh lagi, dan tak terbendung lagi.” Seketika, ruang perpustakaan yang mulanya gaduh, langsung senyap. Itu kurasa lebih baik, moodku mulai hancur. “kataku dalam hati, maaf gung.” Ingin ku katakan namun, tertahan.
Harapanku, mengertilah aku kini. Agung mengangguk, “seolah mengetahui kata hatiku tadi.” Keep calm taa, aku ngerti J tenang aja, “kata Agung manis, sambil mengambil Kamus Dorlandnya.” Eemm, iya “hanya itu yang mampu ku jawab.” Kami sibuk sendiri, sepertinya itu lebih baik. Sampai penjaga perpusatakaan, menepuk bahuku sambil berkata “Nak, sudah sore, mau kami tutup.” “Oh iya – iya bu. Kataku tersenyum merasa moodku sedikit lebih baik.” “yuk gung, bisikku pada Agung. “Yuk Taa”, katanyaa sembari merapikan buku – bukunya. Singkat cerita, kita hanya diem – dieman sampai di parkiran kampus, sampai Agung berkata “Ta, nanti malam aku tunggu di Cafe biasa.” Tapi... “Gak ada tapi Taa, kamu akan tau nanti” kata Agung sebelum aku melanjutkan kalimat tapi itu. “Iya gung, emm” kataku sendu. Kami pulang , mengakhiri sore sendu nan kelam ini. Sampai di rumah, aku hanya bisa terdiam melihat BB, sepi sepi. Tanpa senyuman Wira, “ga seperti biasa yaa kamu sepi dan murung gini” menggumam sendiri seperti orang gila berkata pada hp terindahku. Sampai BBM berbunyi, tersenyum sembari berharap itu Wira dengan senyuman indahnya, tapi.. ternyata si miniatur bang raditya dika yang bbm “cepet nak, no ngaret! J” haha. Dan dengan berat hati, aku siap – siap. Lalu mengirimi anak bagong nan kece itu BBM , “Gung, aku on the way!” Sesampainya, di cafe itu, ternyata seperti dugaanku, malam minggu ini penuh sesak dengan pasangan – pasangan, cafe ini tak seperti biasanya. Hahaa, jadilah aku seorang pecundang, naif menunggu kambing itu disini. Hingga jam 9 malam aku menunggu, sudah 3 gelas milkshake coklat. Sampai seseorang datang, dan dia adalah Wira J. Hhhhh. Aku hanya bisa bernafas pelan, tanpa sepatah kata pun, melihat cowo manis nan tampan berkacamata itu didepanku.
“Hai Taa” katanya halus, “aku boleh duduk disini?” dilanjutkannya. (aku hanya menggangguk sendu), “hmm, dingin yaa?” tanyanya. “Hmm, iyaa wir.” Wir.. Taaa. (oh, suasana menjadi semakin tegang, kami bersamaan memanggil nama masing – masing). “Taa, maafin aku yaa” ucapnya. “Maaf buat apa wir?” jawabku tegang. Hmm, dia terdiam lama. “Ta, jangan pura – pura nggak tau, dan merasa baik – baik aja, aku tau Ta, agung udah cerita semua.” Percakapan terhenti sampai disana. “Hem” hanya itu jawabku. Lalu pergi, seakan tak menghargai keadaan.
Seminggu berlalu, yak keadaan menjadi memburuk sejak hal itu. Kami bertemu tanpa komunikasi, dalam hal nyata maupun di dunia maya. Mungkin itu yang terbaik. Karena disisi lain aku merasa, keadaan kami bersama hanya menyapa disaat ia membutuhkanku, bukan disaat kami saling melengkapi. Bukankah terasa berat di satu pihak? Ya, ada kalanya memang kamu harus menyampaikan selamat tinggal pada hal terindah yang pernah kamu kenal. Satu pesanku Wira, jangan trauma pada masa lalumu, masih banyak kesempatan di masa depanmu. Bersikaplah menjadi dewasa, dan tetaplah seperti yang aku kenal. Salam hangat teman. (haha, petikan yang ingin ku sampaikan padamu Wira Adiswara).
Kita tak pernah tau apa yag akan terjadi esok, bahkan 1 menit kedepan. Maka hargailah, sayangilah yang ada didepan matamu. Sampai detik berhenti dan ia harus beranjak. Marilah kita menambah kawan dan tak memperburuk suasana.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar