Madyapadma35

Selasa, 22 Mei 2012

Duka Terukir Indah

Rindu kan slalu
            Merasuk dihatiku
Ibu . . .
            Mungkin kata-kata itu kan selalu terbayang dalam benakku. Tak ingin berputus asa, ku tetap melangkah maju. Tetap mengarungi hidup ini, sampai habis waktuku. Masalah apapun harus kuhadapi, meski aku jauh dari kedua penuntun hidupku yaitu orang tuaku.
            Andi, begitu orang sering menyapaku. Aku lahir dari keluarga yang memang kurang beruntung. Namun aku tetap mensyukuri apa yang Tuhan berikan padaku. Karena aku percaya, apapun yang diberikan oleh Tuhan, itulah yang terbaik untukku.
            Terlepas dari semua latar belakang keluargaku. Aku mencoba dan terus mencoba untuk menikmati disetiap hari-hariku. Bercanda, bermain dan lain-lain. itu semua aku lakukan bersama dengan teman-temanku. Dari TK, SD, SMP, dan sampai sekarang saat aku duduk di bangku SMA.
            Beberapa masalah sudah pernah menghampiriku. Masalah yang sering muncul adalah disaat aku terkadang rindu kepada ibu. Mungkin terlihat sepele, karena dengan menemuinya maka rasa rindu pun dapat terlampiaskan. Namun tak terlalu mudah bagiku. Karena aku lumayan sibuk. Terlarut dalam kesibukan sempat membuatku menyesal, karena aku tidak dapat menemui ibu disaat hari ulang tahunnya yang jatuh tepat pada hari ibu. Aku hanya bisa mengirimkan pesan singkat melalui sms.
            “Selamat hari ibu Ma, dan selamat ulang tahun. Semoga Mama sehat selalu dan diberi umur panjang. Maaf Andi enggak bisa ke sana, soalnya tadi ikut ngewayang sama Putra, Ma.” smsku kepada ibu.
            Tak ada angin, tak ada hujan, air mataku menetes perlahan. Merasa bersalah karena aku tak bisa datang. Tangisku semakin pecah disaat balasan sms dari ibu masuk.
             “Iya Andi, makasi ya. Maaf kalau Mama belum bisa menjadi ibu yang baik buat Andi. Mama sayang Andi” balas ibuku.
            Tangis yang pecah seiring dan perlahan mengantarku pergi ke alam mimpi. Dan akhirnya tangisku hilang dan tertidur lelap.
            Kring … kring …alarmku berbunyi. Pagi yang cerah seakan siap menyambutku untuk bangun dari tidurku yang lelap. Secangkir teh manis hangat menemaniku sembari duduk di teras. Baru setengah cangkir terminum, aku segera beranjak mandi karena harus pergi ke sekolah untuk menjaga pendaftaran lomba.
            Sampai di sekolah, aku biasa pergi ke Padmasana terlebih dahulu untuk sembahyang. Tanpa disengaja aku melihat seorang gadis yang sedang berjalan dan cukup lama menyita pandanganku. Yah . . Athe namanya. Saat dia tepat berpapasan denganku, aku sapa dia dengan senyuman. Dia pun menoleh dan membalas dengan senyum manisnya sembari melambaikan tangannya. Hatiku yang awalnya gundah, kini berubah tenang. Mungkin karena senyum manisnya itu, yang seakan meracuni hatiku.
            Seiring berjalannya waktu, kami pun mulai agak akrab. Walau hanya sebatas teman. Yang tak kumengerti, semakin lama perasaanku padanya berubah. Benarkah ini? Aku jatuh cinta pada dirinya. Ingin sekali ku mengenal dia lebih jauh lagi. Awalnya aku ingin meminta nomor handphonenya. Tapi aku malu untuk meminta. Pas di satu momen saat aku dan temanku Adi sedang bermain rindik, aku bercerita bahwa aku ingin meminta nomor handphone Athe. Tiba-tiba tanpa sengaja Athe lewat di samping workshop.
            “Athe . .sini dulu” panggil Adi.
            “Ngapain Di?” tanya Athe.
            Jantungku berdetak kencang sampai keringatku mengucur deras. Aku terkejut dengan aksi yang dilakukan Adi. Aku sudah bilang bahwa aku malu. Tapi apa boleh buat, Athe sudah menghampiriku dan Adi.
            “Ini si Andi mau minta nomor handphonemu” kata Adi.
            “Pakai apa Andi?” tanya Athe.
            “Enggak, ingin tahu aja, siapa tahu nanti aku ada perlu” jawabku santai.
            “Oh iya-iya, sini aku catatin” jawab Athe.
            Senang bukan kepalang hatiku. Saat dia memberikan nomor handphonenya. Sampai di rumah, aku segera mengambil handphone dan mencoba memastikan nomor itu. Dan ternyata itu memang benar.
            Dua bulan berlalu, disinilah kegembiraanku mulai redup. Disaat aku tahu bahwa dia menyukai orang lain. Aku hanya diam seribu bahasa. Mungkin perjalanan cintaku harus seperti ini.
Belum lama setelah itu, aku baru ingat bahwa aku belum membayar SPPku selama dua bulan. Selain itu, tugas sekolah juga sudah menumpuk. Belum selesai tugas yang satu, sudah ada lagi tugas yang lainnya. Aku juga harus latihan operet untuk mencari nilai seni budaya. Belum lagi latihan untuk persiapan PSR dan latihan yang lain.
Aku mencoba tetap fokus untuk persiapan PSR, karena itu adalah ajang yang sangat bergengsi. Aku mewakili Trisma dicabang rindik berpasangan. Saat latihan, terkadang aku kehilangan konsentrasi karena pikiranku terpecah. Terutama masalah Athe, dia selalu hadir dalam pikiranku. Aku ingin meluapkan semua beban yang ada di pikiranku, tapi aku tak tahu harus meluapkannya kepada siapa. Setelah berpikir cukup lama dan aku berdoa supaya diberikan jalan keluar. Terlintas dalam benakku untuk menyatakan isi hatiku padanya setelah PSR usai.
Hari demi hari pun berlalu. Kini PSR telah usai. Hasil kerja keras dari semuanya telah membuahkan hasil yang sangat menggembirakan. Aku bersama dua orang temanku yang lomba di cabang rindik, berhasil merebut kembali juara. Namun dalam kegembiraan itu, terselimut duka yang cukup dalam. Aku tak bisa memiliki Athe, karena dia telah mencintai orang lain. Tetapi walau seperti itu, aku dan dia tetap berteman, karena sampai sekarang aku masih mencintai dirinya dan masih berharap. Satu kata yang masih teringat dalam benakku yang dia ucapkan padaku. “Aku bukanlah yang terbaik buat kamu Andi, . . maaf..”  

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar